LAPORAN KERJA PERAKTEK DI PT.SEMEN TONASA (KP)


LIHAT JUGA: WISATA AIR TERJUN BANTIMURUNG GALLANG



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKAN
Kemajuan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi  sebagai faktor penggerak utama, khususnya dalam memasuki pasar global. Salah satu contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dengan adanya pembangunan.
Salah satu contoh kebutuhan manusia sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah diantaranya mengenai semen. Manusia membutuhkan bangunan yang memiliki kekuatan menahan tekanan dan dapat dibuat sesuai selera, baik sebagai tempat untuk beristirahat maupun untuk beraktifitas lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini maka diperlukan bahan perekat, dalam hal ini yaitu semen.
Semen merupakan suatu perekat anorganik yang dapat merekatkan bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan massa yang kokoh dan dapat membentuk suatu bangunan dengan berbagai macam model. Kemampuan semen sebagai perekat ini merupakan contoh konkrit perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dengan perlakuan tertentu bahan-bahan dari alam (tanah liat dan batu serta bahan-bahan pembantu lainnya) dicampur dengan komposisi tertentu sehingga membentuk semen.
Seiring dengan bertumbuh kembangnya industri semen yang dipacu oleh pertumbuhan pembangunan maka semakin banyak pula industri semen yang ada di dunia



B.   TUJUAN KERJA PRAKTEK (KP)
     Tujuan pokok pelaksanaan kerja praktek adalah membuat kami lebih memahami secara mendalam Teknik Kimia, Selama kurang lebih 1 bulan melaksanakan kerja praktek (KP) kami memahami beberapa yang perlu kami perhatikan yaitu:
a.       Mahasiswa dapat mengembangkan pola fikir dan kreatifitas penerapan teori dalam melakukan analisi terhadap proses dan mutu produksi.
b.      Mahasiswa memproleh gambaran mengenai situasi  kerja pada instansi, lembaga atau perusahaanatau tempat melakukan praktek.
c.       Mahasiswa memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan serta menyesuaikan dengan jurusan yang dimiliki.

d.      Dapat memperluas pengetahuan dalam proses penyerapan teknologi dari lapangan.
e.      Mahasiswa dapat menerapkan teori-teori dan praktekn yang di peroleh selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi serta melihat keterkaitan teoridan praktek
        Setelah melakukan kerja praktek diwajibkan membuat laporan praktek. Hal ini merupakan syarat yang harus di penuhi. Adapun tujuan lapor adapun tujuan laporan ini yaitu:
a.       Mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir terutama dala menganalisi data.
b.      Mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan dalam menyusun materi laporan baik yang bersumber dari buku-buku ataupun dari konsultasi lansung dengan pembimbing.
c.       Menambah kemanpuan mahasiswa menggunakan bahasa tulisan sehingga dapat di mengerti oleh pembaca.
d.      Sebagai pertanggu jawaban  hasil kerja praktek selama 1 bulan.
e.      Sebagai bukti bahwa kita perna melaksanakan kerja praktek dan akan berguna natinya bagi sipembaca husunya mahasiswa teknik kimia.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
      Tempat : PT. SEMEN TONASA PANGKEP INIT IV
                Waktu : 1-31 Desember 2015







BAB II
TINJAUAN UMUM
A.   Sejarah singkat PT. Semen Tonasa
PT. Semen Tonasa adalah produsen semen terbesar di kawasan timur Indonesia yang menempati lahan seluas 1.200 hektar di desa Biringere Kec. Bungoro Kab. Pangkep sekitar 60 km dari kota Makassar, PT. Semen Tonasa yang memiliki kapasitas terpasang 6-7 juta ton semen per tahun ini mempunyai lima unit pabrik yaitu Tonasa unit I, II, III, IV, dan V. Tapi saat ini pabrik PT. Semen Tonasa yang berfungsi hanya empat unit yaitu unit II, III, IV, dan V.
Pabrik Semen Tonasa Unit I
Adapun Tonasa unit I didirikan berdasarkan Tap MPRS RI No. II/MPRS/1960 tanggal 5 Desember 1960 tentang Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan 1961-1969.
Tonasa unit I mulai berproduksi semen pada tahun 1968 dengan kapasitas 120.000 metrik ton semen pertahun dengan proses basah. Pabrik yang berlokasi di Desa Tonasa Kec. Balocci Kab. Pangkep ini sejak 1984 dihentikan operasinya atas pertimbangan ekonomis.
Pabrik Semen Tonasa Unit II
Pabrik semen tonasa unit II yang berlokasi di Biringere, Kec. Bungoro Kab. Pangkep sekitar 23 km dari pabrik unit I, didirikan berdasarkan kepada persetujuan BAPPENAS No. 023/XC-LC/B,V/76 dan No.285/DI/IX/76.
Tonasa II yang menggunakan proses kering yang mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1980 dengan kapasitas terpasang 510.000 metrik ton semen pertahun. Program optimalisasi Tonasa unit II
dirampungkan pada tahun 1991 dan berhasil meningkatkan kapasitas terpasang menjadi 590.000 metrik ton semen pertahun.
Pabrik Semen Tonasa Unit III
Pabrik Semen Tonasa unit III yang berlokasi ditempat yang sama dengan unit II dibangun berdasarkan persetujuan BAPPENAS No. 32/XC-LC/B,V/1981 dan No. 2177WK/IX/1981
Pabrik Tonasa III yang menggunakan proses kering mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1985 dengan kapasitas 590.000 metrik semen pertahun.
Pabrik Semen Tonasa Unit  IV
Pabrik Tonasa IV didirikan dengan berdasarkan SK Menteri Perindustrian No. 182/MPP.IX/1990, tanggal 2 Oktober 1990 dan SK Menteri Keuangan RI No.S.1549/MK 013/1999 tanggal 29 November 1990.
Tonasa unit IV dengan kapasitas terpasang 2.300.000 metrik ton semen pertahun mulai diopersikan secara komersial pada tanggal 1 November 1996. Pabrik yang menggunakan proses kering ini terletak dilokasi yang sama dengan Tonasa unit II dan Tonasa unit III.
Pabrik Semen Tonasa Unit V
        Pabrik Semen Tonasa unit V memiliki kapasitas produksi 2.500.000 juta ton semen pertahun. Saat ini pabrik semen tonasa sudah memproduksi 5-6 juta ton semen setiap tahun.
Pabrik Semen TonasaV didukung ketersediaan bahanbaku (batu kapur dan tanahliat) yang melimpah. Diperkirakan volumenya masih 1351,5 juta ton batukapur dan 152,4 juta ton tanah liat. Bahan baku dapat dimanfaatkan lebih dari 100 tahun.
PT. Semen Tonasa juga memiliki pembangkit listrik PLTU Boiler Turbin Generator (BTG) dengan daya 2 X 2,5 MW sehingga kapasitas terpasang 4 X 2,5 MW yang berlokasi di Biringkassi Kab. Pangkep sekitar 17 km dari lokasi pabrik. PLTU ini mampu menyuplai energi listrik ke semua wilayah pabrik dan fasilitas pendukungnya.
Pengantongan Semen
PT. Semen Tonasa memiliki 8 unit pengantongan semen diluar pabrik yang berlokasi di Makassar, Bitung, Palu, Kendari, Samarinda, Banjarmasin, Bali, dan Ambon dengan Kapasitas masing-masing 300.000 metrik ton per tahun kecuali Makassar dan Bali yang berkapasitas 600.000 metrik ton semen pertahun dan Palu yang berkapasitas 175.000 metrik ton semen per tahun.
Konsolidasi dengan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk
Sebelum konsolidasi dengan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk, pemegang saham PT. Semen Tonasa adalah Pemerintah RI. Konsolidasi dengan PT. Semen gresik (Persero) Tbk dilaksanakan pada tanggal 15 September 1995 dan kemudian sesuai dengan keputusan RUPS LB pada tanggal 13 Mei 1997, 500 lembar saham portepel dijual kepada Koperasi Karyawan Semen Tonasa adalah PT Semen Gresik (Persero) Tbk dan KKST.
B.   Struktur Organisasi dan Manajemen Perusahaan PT. Semen Tonasa 
PT Semen Tonasa adalah sebuah badan usaha milik negara yang mempunyai visi menjadi perusahaan semen terkemuka di Asia yang berkelas dunia. Sedangkan misinya adalah memproduksi semen untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam dan luar negeri dengan kualitas dan harga yang bersaing, selain itu memenuhi keinginan stakeholders sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Struktur organisasi di PT Semen Tonasa berbentuk garis dan staf. Kedudukan tertinggi berada pada pemegang saham yaitu pemerintah yang membawahi dewan komisaris dengan Menteri Keuangan bertindak sebagai ketuanya.
Masing-masing direksi membawahi beberapa departemen dan masing-masing departemen membawahi beberapa biro sebagai berikut :
A.   Direktorat Utama, membawahi 4 departemen yaitu:
1.    Departemen SIMO
2.    Departemen Sekretaris Perusahaan.
3.    Departemen CRS dan Umum
4.    Departemen Internal Audit
B.    Direktorat Produksi, membawahi 5 departemen yaitu : 
1.    Departemen Bahan Baku
2.    Departemen Produksi Terak
3.    Departemen Produksi Semen
4.    Departemen Teknik dan Utilitas
5.    Departemen Pembangkit
C.    Direktur Pemasaran, membawahi 3 departemen :
1.    Departemen Penjualan
2.    Departemen Perencanaan & Pengembangan Pasar
3.    Departemen Distribusi
D.   Direktorat Litbang & Operasi, membawahi 4 departemen :
1.    Departemen Jaminan Mutu dan Lingkungan
2.    Departemen Pengembangan Usaha & Sismen
3.    Departemen Rancang Bangun & Pengelolaan Persediaan

E.    Direktorat Keuangan, membawahi 3 departemen :
                           1.     Departemen Treasury
                           2.     Departemen Akuntansi & ICT
                           3.     Departemen SDM
Berdasarkan waktu kerja ada dua macam karyawan yang bertugas di PT. Semen Tonasa, yaitu:
a.    Karyawan harian (sistem 6 hari kerja)
Senin – Kamis : pukul 07.30 – 16.30 WITA
Jumat                                                : pukul 07.30 – 17.00 WITA
b.     Karyawan shift
Shift I                 : pukul 07.30 – 15.30 WITA
Shift II                               : pukul 15.30 – 22.30 WITA
Shift III                               : pukul 22.30 – 07.30 WITA
Khusus karyawan yang bertugas di bagian pengepakan dibagi menjadi dua shift, yaitu :
1.         Shift I                              : pukul 15.30 – 19.30 WITA
2.         Shift II                             : pukul 19.30 – 07.30 WITA

C.   Sejarah dan Perkembangan Semen
Kata “semen” berasal dari bahasa latin Caementum yang artinya perekat.  Semen sudah dikenal sejak zaman dahulu kala yang dibuat dari kalsinasi kapur yang tidak murni oleh bangsa Mesir untuk konstruksi pyramid. Orang Yunani dan Romawi menggunakan slug vulkanik yang berasal dari gunung merapi yang letaknya dekat Vonselly disekitar gunung Visivius yang dicampur kapur gamping (Quicklime) dan gipsum sebagai semen, dan diberi nama “Pozzoluoana/ Pozzolan Cement”.
Adapun sejarah perkembangan semen didunia, yang tercantum pada tabel dibawah  ini :
No
Nama Penemu
Tahun
Kebangsaan
Hasil Temuan
1
John Smeaton
1756
Inggris
Hydraulic Cement dan memakai bahan tersebut untuk membangun kembali gedung Eddystone Light House.
2
Joseph Parker
1796
Kent(Inggris)
Butiran-butiran (septaria) dari batu kapur yang dipakai untuk memproduksi semen.
3
Joseph Parker
1802
Prancis
Memproduksi semen dari butiran (nodule).
4
Edgar Dobbs
1810
Inggris
Membuat semen dari batu kapur.
5
L.J Vicat
1813
Prancis
Membuat semen yang tahan air, harus ditambahan batuan yang mengandung alumina silika yang mempunyai komposisi tertentu.
6
James frost
1822
Inggris
Mulai membuat semen dari batu kapur dan tanah liat.
7
Joseph Aspidin
1824
Inggris
Membuat semen modern yang terbuat dari batu kapur dan tanah liat setelah melalui proses pembakaran.
8
James Frost
1825


1855
Swancombe


Pennsylavia
Mendirikan pabrik Semen Portland yang pertama berdiri di Inggris.
Mendirikan pabrik semen Portland di

Belgia dan Jerman
9
David O. Saylor
1850
1871
1875
Pennsylavia

Pennsylavia
Menemukan Semen Alam (Natural Cement) yang berupa batuan semen yang mengandung alumina silika dan diproduksi dengan tungku tegak di USA dan lebih kuat dari pada Hidroaulic Cement
Memproduksi Semen Portland di USA.
Memproduksi Semen Portland di Jepang.
10
Frederick Ransome
1885

Memperkenalkan Rotary Kiln dalam tekhnologi pembuatan semen dengan kapasitas produksi 50 ton Klinker per hari. Panjang Kilnnya adalah 25 meter dengan diameter 2 meter.

Pada tahun 1824, Joseph Aspidin (Inggris) yang mendapat hak paten pertama kali atau proses pembuatan semen hasil penemuannya. Aspidin melakukan proses kalsinasi sampai tingkat tertentu terhadap campuran batu kapur dan tanah liat. Semen ini dinamakan “Portland” karena Beton yang dibuat dengan semen ini sangat menyerupai batuan-batuan alam yang terdapat di pulau Portland, Inggris.
Di Indonesia pabrik semen pertama yaitu: Sumatera Portland Werk didirikan di Indarung, Padang dan Sumetera Barat. Pada tahun 1910 kemudian menyusul di Gresik, Jawa Timur dan pada tahun 1957 disusul dengan berdirinya pabrik Semen Tonasa, Sulawesi Selatan dan pada tahun 1968, pabrik Semen Cibinong dan Indocement pada tahun 1975, Semen Bosowa pada tahun 1998 dan pabrik semen lainnya, sehingga saat ini di Indonesia terdapat 10 pabrik semen dengan kapasitas terpasang ± 27,5 juta ton pertahun.

D.  Defenisi dan Jenis-Jenis Semen Portland
A.            Semen dapat didefenisikan sebagai berikut :
Secara umum semen merupakan suatu bahan perekat yang dapat menyatukan benda padat menjadi satu kesatuan yang kokoh, yang terdiri dari senyawa oksida Calsium dengan oksida Silika. Semen umumnya berbentuk tepung dengan warna, jenis, dan type semen bermacam-macam tergantung dari jenis bahan penyusunan serta kegunaan dalam konstruksi bangunan.
Jika dalam pemakaiannya harus ditambah air, maka semen disebut semen hidrolis. Semen adalah perekat suatu yang berbentuk halus jika ditambahkan air akan terjadi reaksi hidrasi dan dapat mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan massa yang kokoh.
B.         Adapun jenis-jenis semen antara lain sebagai berikut:
1.    Semen Portland
Menurut SNI No. 15-2049 tahun 1994, semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen Portland yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa yang biasa adalah gypsum (CaSO4.2H2O) dan boleh ditambahkan bahan tambahan lain.
Menurut SNI No. 15-2049 tahun 1994, semen Portland diklasifikasikan dalam 5 (lima) jenis sebagai berikut :
·     Tipe I (Ordinary Portland Cement)
Ordinary Portland Cement adalah Semen Portland yang dipakai untuk segala macam kontruksi apabila tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya. Ordinary Portland Cement mempunyai C3S 59,3%, C2S 17%, C3A 8%, C4AF 11,9% dan komposisi limit sebgai berikut :
Tabel 1. Komposisi limit Semen Tipe I
Oksida
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
SO3
Komposisi % Berat
62.0
20.5
5.5
3.9
5.3
2.8

·     Tipe II (Moderat Heat Portland Cement)
Moderat Heat Portland Cement dalah Semen Portland yang dipakai untuk segala macam kontruksi yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang, biasanya digunakan untuk daerah pelabuhan dan bangunan sekitar pantai, batasan kandungan sulfat yang direkomendasikan (sebagai SO3) adalah 0,8 – 0,17 ppm unti ground water,125 ppm unit tanah. Moderat Heat Portland Cement  mempunyai C3A 8%, C4AF 11,9% dan komposisi limit sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi limit Semen Tipe II
Oksida
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
SO3
Komposisi % Berat
66.0
21.5
5.5
3.9
5
`

·     Tipe III (High Early Portland Cement)
High Early Portland Cement dalah Semen Portland yang dipakai untuk keadaan-keadaan darurat dan dipakai pada pengecoran untuk keadaan khusus musim dingin, juga dipakai untuk produksi beton tekan. Semen tipe III ini mempunyai kandungan C3S  lebih tinggi dibanding semen tipe lainnya sehingga lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeras dan lebih cepat mengeluarkan kalor juga mempunyai pengembangan kekuatan awal tinggi. High Early Portland Cement mempunyai C3S 35%, C2S 40%, C3A 15%, dan komposisi limit sebagai berikut :
Tabel 3. Komposisi limit Semen Tipe III
Oksida
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
SO3
Komposisi % Berat
65
20
4
0.55
6
4

·     Tipe IV (Low Heat Portland Cement)
 Low Heat Portland Cement adalah Semen Portland yang dipakai untuk bangunan dengan panas hidrasi rendah misalnya pada bangunan besar dan tebal, baik sekali untuk mencegah keretakan.  Semen tipe IV ini mempunyai kandungan C3S dan C3A  lebih rendah tetapi belite (C2S ) lebih banyak dibanding OPC. Sehingga beton yang dibuat dari semen ini mempunyai sifat :
Panas hidrasi rendah, sehingga cocok untuk concerate construction. Kuat tekan awal rendah, tetapi kuat tekan akhir hampir sama dengan OPC tahan terhadap sulfat. Low Heat Portland Cement mempunyai C3S 35%, C2S 40%, C3A 7%, dan komposisi limit sebagai berikut:
Tabel 4. Komposisi limit Semen Tipe IV
Oksida
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
SO3
Komposisi % Berat
63
21
5
6.5
6
2.3
                                                                               
·     Tipe V (Sulfate Resistance Portland Cement)
Sulfate Resistance Portland Cement adalah Semen Portland yang mempunyai kekuatan tinggi terhadap sulfat dan mempunyai kandungan C3A  lebih rendah dibandingkan semen tipe lainnya. Sering digunakan untuk bangunan di daerah dengan kadar sulfat. (sebagai SO3) tinggi yaitu 0,17 – 1,67 ppm until ground water,125 – 1250 ppm unit tanah. Sulfate Resistance Portland Cement mempunyai C3A 5%, dan komposisi limit sebagai berikut :
Tabel 5. Komposisi limit Semen Tipe V
Oksida
CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
SO3
Komposisi % Berat
65
21
5
6.5
6
2.3


2.    Semen Turunan dari Semen Portland
·      Semen Portland Pozzoland
Pozzoland adalah bahan yang mengandung senyawa silica dan alumina dimana bahan pozzoland itu sendiri tidak mempunyai sifat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi membentuk kalsium aluminat hidrat yang bersifat hidraulis.
       3CaO.Al2O3 + H2O                    3CaO.Al2O3. 3H2O
Semen Portland Pozzolan merupakan suatu bahan pengikat hidraulis yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen Portland dan bahan yang bersifat pozzoland, atau mencampur secara merata bubuk semen Portland dan bubuk bahan lain yang mempunyai sifat pozzoland. Bahan pozzoland ditambahkan besarnya antara 15-40%.
·      Portland Blast Furnace Slag Cement
Portland Blast Furnace Slag Cement adalah semen yang dibuat dengan cara menggiling campuran klinker semen Portland dengan kerak kapur tinggi (Blast Furnace Slag) secara homogen.
3.    Semen Non Portland
·      Semen Alam (Natural Cement)
Semen Alam merupakan semen yang dihasilkan dari proses pembakaran batu kapur dan tanah liat pada suhu 850 – 1000 oC yang dibuat didalam tungku putar maupun gerak, kemudian tanah yang dihasilkan digiling menjadi semen halus.
·      Semen Alumina Tinggi
Semen Alumina Tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat yang dibuat dengan melebur campuran batu gamping, bauksit, dan bauksit ini biasanya mengandung oksida besi, silica, dan magnesia. Cirinya terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik.
·      Semen Sorel
Semen Sorel adalah semen yang dibuat melalui reaksi eksotermik larutan magnesium klorida terhadap suatu ramuan magnesia yang didapat dari kalsinasi magnesit dan magnesia dari larutan garam.
3MgO + MgCl2 + 11 H2O                3MgO.MgCl2 .11 H2O      
Semen Sorel mempunyai sifat yang keras dan kuat, mudah terserang air dan sangat korosif. Penggunaaanya terutama sebagai lantai, dan sebagai dasar pelantai dasar seperti ubin atau teras.

E. Komponen Penyusun Semen
A.   Bahan Baku Semen
Pada prinsipnya Bahan Baku utama dalam proses pembuatan semen hanya ada 2 yaitu batu kapur dan tanah liat sebab semua senyawa – senyawa utama dalam semen berasal dari kedua bahan tersebut. Bila digunakan bahan lainnya, maka bahan tersebut hanya sebagai bahan pengoreksi komposisi saja tau sebagai bahan pelengkap.
1.    Batu Kapur
Batu Kapur merupakan sumber utama senyawa Kalsium. Batu kapur murni umumnya merupakan kalsit atau aragonite yang secara kimia keduanya dinamakan CaCO3. Senyawa Karbonat dan Magnesium dalam batu Kapur umumnya berupa dolomite (CaMg(CO3)2. Dalam proses pembuatan Semen, CaCO3 akan berubah menjadi oksida Kalsium (CaO) dan dolomite berubah bentuk menjadi kristal oksida magnesium (MgO).
2.    Tanah Liat
Tanah Liat merupakan sumber utama senyawa silikat. Disamping itu, juga merupakan sumber senyawa – senyawa penting lainnya seperti senyawa besi dan alumina. Dalam jumlah amat kecil kadang – kadang juga didapati senyawa – senyawa alkali (Na dan K) yang dapat mempengaruhi mutu semen. Senyawa-senyawa tersebut diatas dalam tanah liat umumnya  terdapat dalam bentuk kelompok-kelompok mineral, seperti :
1)        Kelompok kaolomit (Al2O3.2SiO2.2H2O) terdiri dari kaolinit dickit, rakit dan alloysit.
2)        Kelompok montmorillonit terdiri dari :
a)    Montmorillonit     = Al2O3.4SiO2.H2O  +  NH2
b)   Nontronit                = (Al2,Fe)2O3.3SiO2. NH3
c)    Saponit                     = 2MgO. 3SiO2. NH2
3)        Kelompok illit, K2O. MgO. Al2O3. SiO2
Selain mineral-mineral tersebut diatas, dalam tanah liat sering dijumpai juga SiO2 bebas dalam bentuk kuarsa, kalsit, pirit dan lemonit.
B.    Bahan Baku Korektif
Bahan Baku korektif adalah bahan baku yang dipakai hanya apabila pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida – oksidanya belum memenuhi persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida silika, oksida alumina dan oksida yang diperoleh dari Pasir Silika (Sand), Tanah Liat (Clay), dan Pasir Besi/Iron ore/ pyrite cinder. Misalnya, kekurangan:
-       CaO  : bisa ditambahkan limestone, Marble (90% CaCO3).
-       Al2O3: bisa ditambahkan tanah liat.
-       SiO2   : bisa ditambahkan pasir silica.
-       Fe2O3: bisa ditambahkan pasir besi, pyrite.
1.    Pasir Silika        : Digunakan sebagai pengoreksi kadar SiO2 yang rendah dalam tanah liat.
2.    Pasir Besi         : Digunakan sebagai pengoreksi kadar Fe2O3 atau pengoreksi perbandingan antara Al2O3 dan Fe2O3.
3.    Clay OB       :     Digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 yang rendah dalam tanah liat.
C.  Bahan Baku Tambahan
Bahan baku tambahan adalah bahan baku yang ditambahkan pada terak/klinker untuk memperbaiki sifat – sifat tertentu dari semen yang dihasilkan. Bahan baku tambahan dalam proses pembuatan semen adalah Gypsum, gypsum mutlak harus ditambahkan karena gypsum dapat mengatur pengerasan semen.
Gypsum merupakan senyawa kalsium Sulfat Dihidrat (CaSO4.H2O), diperoleh dialam atau sebagai batuan alam atau hasil industri pembuatan asam borat, asam phospat, dan asam sulfat. Bahan tambahan lain yang sering digunakan selain gypsum adalah flay ash, tras, dan pozzolan.
Ø  Fungsi Senyawa Kimia Dalam Bahan Baku
Jika dinyatakan dalam bentuk oksidanya, ada 7 senyawa kimia penting yang terdapat dalam bentuk bahan baku. Senyawa kimia tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Oksida Kalsium (CaO)
Sumber utama oksida kalsium adalah CaCO3 dalam batu kapur. Dalam proses semen CaO merupakan oksida terpenting, sebab disamping merupakan senyawa terbesar jumlahnya juga merupakan senyawa bereaksi dengan senyawa-senyawa silikat, aluminat dan besi membentuk senyawa-potensial penyusun senyawa semen. CaO dalam batu kapur tidak semuanya berikatan membentuk mineral potensial biasanya tidak berikatan dengan senyawa lain yang biasa disebut CaO bebas.
2.    Oksida Silica (SiO2)
SiO2 terutama diperoleh dari peruraian mineral-mineral kelompok montmorillonit yang berasal dari tanah liat. Disamping itu juga SiO2 bebas yang berasal dari pasir silika. Dalam semen, SiO2 selalu terdapat dalam keadaan berikatan dengan  CaO.
3.    Oksida Aluminium (Al2O3)
Al2O3 juga terdapat di dalam tanah liat yaitu pada kelompok mineral nontronik, bersama CaO merupakan oksida pembentuk mineral potensial kalsium alumina, bersama CaO dan Fe2O3 akan membentuk senyawa alumina ferri. Al2O3 berperan sebagai fluks (penurunan titik leleh) campuran bahan-bahan baku.
4.    Oksida ferrum (Fe2O3)
Fe2O3 juga terdapat dalam tanah liat yaitu dalam kelompok mineral kaolonit. Bersama-sama CaO dan Al2O3, Fe2O3 akan bereaksi membentuk senyawa alumina ferrit. Selain berperan dalam reaksi pembentuk mineral potensial juga berperan sebagai fluks.
5.    Oksida Magnesium (MgO)
MgO terutama diperoleh dari peruraian dolomite (CaCO3) kadang-kadang MgO bisa juga  berasal dari mineral-mieneral tanah liat. MgO tidak berfungsi sebagai salah satu mineral potensial sebab dalam proses pembuatan semen, MgO tidak bereaksi dengan oksida-oksida lainnya. Peranannya hanya sebagai fluks dan pewarna semen.
6.    Oksida alkali (Na2O dan K2O)
Oksida alkali umumnya berasal dari dekomposisi mineral-mineral tanah liat yaitu kelompok illit dan jumlahnya relative kecil. Oksida alkali bukan merupakan pembentuk mineral potensial tetapi sebagai fluks saja.
7.    Oksida belerang (SO3)
Oksida belerang dalam semen terutama diperoleh dari penambahan senyawa CaSO4.2H2O. Selain itu ada juga SO3 yag berasal dari bahan bakar yang digunakan dalam proses pembuatan semen. Senyawa oksida belerang sama sekali tidak berpengaruh dalam pembentukan mineral potensial penyusun semen, tetapi fungsinya terutama pada pemakaian semen.
8.    Oksida Pospat (P2O5)
Umumnya kandungan P2O5 pada semen tidak lebih dari 0,2%. Adanya P2O5 dapat memperlambat pengerasan semen, karena turunnya kadar C3S dimana terbentuk P2O5 dan CaO. Kadar P2O5 yang tinggi dapat menyebabkan unsoundness karena terbentuknya kapur bebas pada P2O5 2,5%.

Ø  Fungsi  Senyawa Utama Semen
Senyawa – senyawa utama semen (mineral – mineral) potensial/penyusun semen adalah:
1.    Trikalsium Silikat (C3S)
Merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen. Hal ini disebabkan karena selain jumlah yang besar, reaksi hidrasinya juga berlangsung cepat. Pemuaian  C3S lebih kecil dibanding dengan C3A tetapi lebih besar bila dibanding dengan C4AF. Panas Hidrasi yang ditimbulkan oleh C3S  adalah kedua terbesar setelah C3A.
2.    Dikalsium Silikat (C2S)
Merupakan Komponen penentu kekuatan akhir semen. Reaksi Hidrasinya yang lambat menyebabkan pengembangan kekuatan juga berlangsung lambat, yakni baru terlihat 28 hari setelah pengikatan. Seperti C3S, C2S juga tidak memberi pengaruh yang berarti pada pemuaian semen. Panas hidrasinya adalah yang terendah dibandingkan dengan komponen-komponen lainnya.
3.    Trikalsium Aluminat (C3A)
Merupakan komponen yang sangat menentukan ketahanan semen terhadap senyawa-senyawa sulfat. Makin rendah kadar C3A dalam semen, makin tahan semen terhadap serangan sulfat. Reaksi hidrasi C3A merupakan sumber panas terbesar diantara reaksi hidrasi senyawa-senyawa lainnya.
4.    Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)
C4AF hampir tidak berpengaruh terhadap kekuatan semen. Panas hidrasi yasng ditimbulkan C4AF rendah, hanya sekitar 420 joule per gram. C4AF merupakan komponen yang menentukan warna semen. Nilai C4AF dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut:
                         C4AF = 3,043.Fe2O3
Ø  Senyawa yang tak diinginkan di dalam semen (Negative Component)
Negative komponen adalah senyawa-senyawa yang tidak dengan sengaja ditambahkan atau terbentuk dalam proses dan menimbulkan pengaruh-pengaruh yang tidak menguntungkan, baik pada proses pembuatan semen maupun dalam pemakaian semen.
1.    Pada proses pembuatan semen
Beberapa senyawa yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan dalam proses pembakaran terak antara lain:
1.    Alkali
Sebagian besar senyawa alkali berasal dari bahan baku tanah liat ataupun dari bahan bakar, khususnya batu bara. Pada suhu sekitar 800 – 1000o C, senyawa alkali dalam raw mill yang masuk ke dalam tanur putar mulai menguap. Uap alkali ini akan bereaksi dengan gas-gas CO3, CO2 dan klorida membentuk senyawa-senyawa alkali sulfat, alkali karbonat dan alkali klorida. Tetapi pada suhu dibawah 7000C sebagian besar garam-garam alkali yang terbentuk akan mengembun dan cairannya akan menempel pada butir-butir umpan tanur membentuk bahan yang bersifat “sticky”. Bahan yang “sticky” ini dapat menempel pada dinding preheater, sebagian akan ikut terbawa debu meninggalkan preheater dan sebagian lagi terbawa kedalam tanur putar.
2.    Belerang
Senyawa-senyawa belerang kebanyakan berasal dari bahan baku tanah liat ataupun bahan bakar yang digunakan. Dalam bahan bakar, senyawa belerang umumnya berupa senyawa pirit dan markasit (FeS2) dengan kadar 0,1 %  dinyatakan sebagai SO3. Jika jumlah SO3 cukup banyak, maka kelebihan gas SO3 akan bereaksi dengan kalsium karbonat (CaCO3) umpan tanur di preheater membentuk senyawa CaSO4. Senyawa ini kemudian masuk ke dalam tanur bersama lainnya, dan sesampainya di burning-zone sebagian akan terurai.
    CaSO4                             CaO  +  SO3
SO3 yang terbentuk akan menambah atau meningkatkan sirkulasi belerang. Sebagian CaSO4 lainnya akan terbawa keluar bersama terak. Anhidrat CaSO4 ini daya larutnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan daya larut gypsum, sehingga terak dapat berfungsi sebagai pengatur waktu pengikatan semen. Selain itu, adanya anhidrat CaSO4 menyebabkan jumlah gypsum yang ditambahkan pada penggilingan terak menjadi berkurang. Persyaratan kadar  maksimum SO3 total bukan hanya berasal dari gypsum saja, lebih dari setengah jumlah belerang yang masuk ke dalam proses keluar bersama terak dengan kadar 0,1 – 0,5 % jika dinyatakan sebagai SO3.
3.    Klorida
Kadar senyawa klorida dalam umpan tanur bervariasi antara 0,001 – 0,10 %, sedangkan dalam debu bahan bakar batu bara berkisar 0,4 %. Seperti yang telah dijelaskan di atas, senyawa klorida bereaksi dengan senyawa alkali dalam tanur putar membentuk senyawa alkali klorida. Senyawa ini keluar dari tanur bersama gas hasil pembakaran, dan kemudian mengembun di preheater. Embun alkali klorida bersama umpan tanur masuk kembali kedalam tanur, dan sesampainya di burning-zone hampir semuanya teruapkan, karena pengembunan alkali klorida di preheater cukup sempurna maka senyawa ini akan selalu bersirkulasi (naik-turun) antara burning-zone dan preheater dengan jumlah yang semakin lama semakin banyak.
Coating yang terbentuk di preheater makin lama makin banyak. Untuk mencegah gas ini, sebagian gas tanur (10 – 25 %) di by-pass dapat diperlukan bila kadar senyawa klorida dalam raw mix melebihi 0,015%. “coating “ adalah massa padat yang terbentuk dan menempel pada suatu permukaan bahan karena adanya daya tarik-menarik antara massa dengan bahan bahan.
2.    Pada pembakaran semen
1.    Kapur bebas (free lime)
Kapur bebas yang terdapat dalam terak atau semen adalah CaO yang tidak bersenyawa atau berikatan dengan oksida-oksida lainnya, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. adanya kapur bebas disebabkan oleh 2 hal sebagai berikut:
a.    Jumlah kapur yang digunakan berlebihan dengan kebutuhan untuk bereaksi dengan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3.
b.    Reaksi yang berlangsung dalam tanur putar kurang sempurna. Walaupun CaO sesuai dengan kebutuhan, tetapi tidak dapat bersenyawa dengan oksida-oksida SiO2, Al23, dan Fe2O3. Seperti telah diketahui, proses pembakaran dalam tanur putar berlangsung pada suhu yang tinggi dari suhu disosiasi CaCO3 (896 0C lalu CaO hasil disosiasi dibakar keras (hard-bund). Disamping itu CaO mengkristal dan tercampur bersama kristal-kristal materi lainnya (intercristallised). Kedua kejadian ini menyebabkan CaO yang dihasilkan lambat bereaksi dengan air. Pada waktu semen digunakan, selain reaksi hidrasi senyawa-senyawa mineral potensial juga terjadi hidrasi CaO bebas.
                            CaO + H2O                                               Ca(OH)2
Reaksi hidrasi berlangsung lambat sekali, baru selesai pada waktu pengikatan akhir semen sudah terlampaui. Padahal Ca(OH)2 yang terbentuk mempunyai volume lebih besar dari CaO. Pertambahan volume ini (ekspansi) terjadi pada saat semen sudah tidak plastis lagi. Akibatnya timbul keretakan yang dapat merendahkan mutu semen.
2.    Magnesium Oksida (MgO)
Dalam tanur MgCO3 yang terdapat dalam umpan akan terdisosiasi menurut reaksi:       
               MgCO3                                    MgO + CO2
      MgO yang terbentuk tidak bereaksi dengan oksida-oksida utama seperti SiO2, Al2O3, dan Fe2O3, sebagian akan terlarut dalam mineral-mineral potensial terak sebagian lagi membentuk kristal perisicle. Seperti halnya CaO bebas, perisicle juga terkena hard-bund. Akibat reaksinya perisicle dengan air berjalan sangat lambat dan pada suhu kamar akan berlangsung terus dalam jangka waktu setahun. Pertambahan volume akibat terbentuknya Mg(OH)2, seperti halnya Ca(OH)2 akan menyebabkan keretakan-keretakan (cracking) pada semen yang digunakan.
Bentuk relative senyawa-senyawa silikat yang relatif dalam agregat, akan bereaksi dengan senyawa-senyawa alkali semen. Hasil reaksi berupa gel alkali silikat dapat menyebabkan terjadinya pemuaian ataupun keretakan-keretakan pada beton. Proses pemuaian ini berlangsung lambat dan pengaruhnya baru terlihat dalam jangka waktu 1 tahun.
F. Proses Pembuatan Semen
                Proses pembuatan semen ada 2 (dua) macam yaitu:
1.    Proses Basah
Disebut proses basah karena campuran bahan baku mulai dari proses penggilingan sampai masuk ke dalam tanur putar berupa luluhan dengan kadar air sekitar 30-40%.
Adapun keuntungan dari proses basah :
-          Komposisi umpan sangat homogen.
-          Debu yang keluar sangat sedikit.
-          Peralatan untuk feeding, sampling, penyimpanan, transport bahan dan alat untuk homogenisasi lebih murah.
Adapun kerugian dari proses basah :
-          Banyak memerlukan air.
-          Sangat korosif di pipa-pipa, di grinding media dan rantai kiln.
-          Kebutuhan bahan bakar relative banyak.
-          Kiln yang digunakan sangat panjang.
2.    Proses kering
Disebut proses kering karena campuran bahan baku mulai dari proses penggiling sampai masuk ke dalam tanur putar (Raw Mill) dengan kadar air kurang dari 1%.
Adapun keuntungan dari proses kering yaitu :
-    Pemakaian kalori bahan bakar rendah (700-800 kkal/kg klinker).
-    Tanur putar lebih pendek.
Adapun kerugian dari proses kering yaitu :
-    Biaya untuk alat operasi, tempat penyimpanan, alat homogenisasi sangat mahal.
-    Banyak diperlukan alat penangkap debu dan menimbulkan polusi.
-    Campuran kurang homogen.
G.     Proses Pembuatan Semen di PT. Semen Tonasa
1.    Pemecahan/Crushing
Batu kapur yang berasal dari quarry mengalami dua tahap proses penghancuran, yakni dengan primary crusher dan secondary crusher. Batu kapur yang keluar dari primary crusher berukuran lebih kecil dari 125 mm dan setelah melawati secondary crusher berukuran lebih kecil dari 80 mm. Bersamaan dengan itu, di lain pihak tanah liat juga mengalami proses penghancuran. Material batu kapur dan tanah liat yang telah dihancurkan dicampur dalam mix crusher selanjutnya ditampung dalam mix pile strorage.
Disamping itu, bahan-bahan korektif seperti pasir silika dan pasir besi juga mengalami proses penghancuran terlebih dahulu sebelum ditampung di additive strorage. Untuk mengantisipasi kekurangan batu kapur dalam proses penggilingan maka di additive storage juga tersedia batu kapur murni yang juga melewati dua tahap penghancuran.
Semua material yang ada dalam gudang penyimpanan tersebut ditampung didalam empat bin masing-masing untuk memudahkan pengontrolan komposisi pengumpanan pada saat diumpankan ke dalam Raw Mill untuk proses penggilingan. Komposisi material yang diumpankan ke dalam Raw Mill diatur sesuai rekomendasi Quality Assurance dan Control Departement.
2.    Penggilingan/homogenisasi
Di dalam Raw Mill semua material yang diumpankan mengalami proses penggilingan material-material yang sangat halus (berbentuk tepung baku). Disamping mengalami proses penggilingan, material yang ada di Raw Mill juga mengalami proses pengeringan (karena adanya kontak langsung dengan gas tinggi yang keluar dari tanur bakar) sampai kandungan airnya maksimal 1%.
Material tepung yang keluar dari Raw Mill ditampung di dalam Blending Silo dan mengalami proses homogenisasi sebelum diumpankan ke dalam tanur (rotary kiln). Material tepung (raw meal) yang keluar dari Blending Silo dan siap untuk diumpan ke dalam tanur bakar (kiln) disebut Kiln feed.
3.    Pembakaran
Kiln feed mula-mula mengalami pemanasan awal pada preheater yang dilengkapi calsiner sehingga Kiln Feed mengalami proses kalsinasi antara 85-95% di dalam kedua kalsiner tersebut. Setelah mengalami proses kalsinasi (pelepasan CO2), material akan melewati masa transisi (reaksi antara oksida-oksida penyusun senyawa klinker) kemudian dilanjutkan dengan proses klinkernisasi (perubahan fase dari padat ke fase cair untuk membentuk senyawa-senyawa klinker yang lebih lanjut). Proses ini berlanjut pada suhu tinggi ± 14500C. Senyawa-senyawa utama pembentukan klinker dapat dilihat pada tabel 3.8.
Tabel 5. Senyawa-senyawa utama pembentukan klinker
Senyawa
Rumus
Singkatan
Nama Lain
Mineral Potensial :
Trikalsium Silikat
Dikalsinasi Silikat
Trikalsium Aluminat
Tetrakalsium Alumino ferrit

3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
3CaO.Al2O3
4CaO.Al2O3.Fe2O3

C3S
C2S
C3A
C4AF

Alite
Belite
-
Ferrite
Oksida-oksida :
Oksida magnesium
Oksida alkali
Oksida kalsium Bebas

MgO
Na2O/K2O
CaO



Periclase

Free Lime
Karena tingginya suhu dalam tanur putar, maka terjadilah reaksi-reaksi kimia antara senyawa-senyawa yang terdapat dalam kiln feed. Reaksi-reaksi tersebut berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat suhu yang dilalui bahan dalam kiln yang dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Reaksi Pembentukan Klinker
Suhu (oC)
Proses
Reaksi
<200
Pelepasan air bebas

100-400
Pelepasan air Kristal pada tanah liat

400-900
Penguraian metabolinit dan senyawa-senyawa lainnya membentuk oksida-oksida reaktif
Al2O3.SiO2                           Al2O3 + 2SiO2
600-1300
Penguraian batu kapur (kalsinasi) dan terbentuknya CaO.SiO2(CS) dan CaO, Al2O3.

Pengikatan CaO oleh CS dan CA serta terbentuknya 4CaO, Al2O3, Fe2O3.
CaCO3                      CaO dan CO2
2CaO+SiO2+Al2O3                   CS+CA
3CaO+CA+Fe2O3                     C4AF
2CaO+CA                 C3A
CaO+CS                  C2S
1200-1450
Pengikatan lebih lanjut CaO oleh C2S
CaO+C2S               C3S
     
4.    Pengeringan
Proses pelepasan air bebas yang terkandung dalam kiln feed (0,5-1,0%), disebut proses pengeringan.Proses ini berlangsung pada suhu sampai 200oC, air yang terabsorpsi oleh mineral-mineral tanah liat mulai terlepas. Kemudian pada suhu yang lebih tinggi lagi air-air yang terikat secara kimia (air kristal) atau yang terbentuk gugus hidroksida juga mulai terlepas. Pada suhu yang lebih tinggi mineral-mineral yang sudah kehilangan air kristal atau gugus hidroksinya akan terurai menjadi oksida-oksida yang sifatnya reaktif.
5.    Reaksi Dekomposisi Senyawa klinker (Dekarbonasi)
Senyawa kalsium karbonat yang jumlahnya dalam kiln feed 75-80%, secara teoritis akan terurai (Terdekomposisi) pada suhu mulai 500-1000oC.
       CaCO3                                    CaO+CO2
6.    Reaksi Dekomposisi Senyawa Alumina – silikat
Suhu 896oC keatas adalah suhu  terdekomposisinya kalsinat murni (CaCO3) tetapi juga senyawa-senyawa lain, maka dalam kenyataannya dekomposisi sudah mulai berlangsung antara 660-950oC. Hal ini dapat terlihat dari terjadinya reaksi dalam fase padat antara CaO dengan SiO2, Al2O3, dan Fe2O3  membentuk misalnya :
-       CaO.Al2O3(CA)
-       12CaO.Al2O3(C12A)
-       CaO.SiO2 (CS)
-       2CaO.SiO2 (C2S)
7.    Reaksi Fase Padat
Pada suhu sekitar 550-1200oC, reaksi-reaksi tersebut diatas berlanjut tetap dalam fasa padat ,membentuk senyawa-senyawa dengan kadar CaO yang lebih tinggi, seperti:
-       3CaO.Al2O3 (C3A)
-       4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF)
Reaksi-reaksi ini berlangsung sangat lambat.
8.    Reaksi Sinterisasi atau Klinkerisasi
Cairan atau lelehan pertama yang berasal dari kiln feed terbentuk pada suhu antara 1280-14500C. Pembentukan cairan ini merupakan titik awal dari proses “klinkerisasi” pada waktu pertama kali terbentuk cairan, ternyata CaO dan C2S lebih mudah terdifusi kedalam fase cair tersebut dan bereaksi membentuk C3S yang mengkristal.
                           CaO+2CaO.SiO2                                  3CaO.SiO2
                                  (C2S)                                       (C3S)
9.    Pendinginan Klinker
Agar mutu semen yang dihasilkan baik maka klinker perlu untuk didinginkan. Keuntungan dari pendinginan klinker ini antara lain:
-       Panas yang terkandung dalam klinker dapat dihemat sebesar kurang lebih 200 kkal /kg klinker.
-       Proses penggilingan semen dapat berlangsung lebih baik sebab kemungkinan terjadinya dehidrasi gypsum dapat dikurangi.
Pendingin klinker dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut seperti :
-       Klinker disiram dengan air atau disemprot dengan udara pada waktu keluar dari tanur putar.
-       Klinker didinginkan dengan bantuan alat-alat khusus seperti misalnya: rotary cooler, planetary cooler dan grate cooler.
Bersama – sama dengan sejumlah gypsum, terak  lalu digiling dalam finish mill menjadi semen. Semen hasil penggilingan kemudian disimpan ke dalam silo – silo semen pada suhu  80­0 C. Semen di dalam  silo siap untuk dikantongkan untuk diangkut ke pelabuhan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen.

H.      Sifat – Sifat Semen
Sifat – sifat semen terbagi atas 2 bagian yaitu Sifat Fisika dan Sifat kimia semen, yaitu :
1.    Sifat – sifat fisika semen:
a.    Panas Hidrasi Semen
Panas Hidrasi dari komponen semen bersifat eksotermis, sehingga pada saat proses hidrasi berlangsung, akan melepaskan sejumlah panas. Yang paling penting dalam pengontrolan panas hidrasi adalah pengontrolan komposisi klinker, dimana yang potensial mengeluarkan panas hidrasi tinggi pada saat proses hidrasi berlangsung adalah C3S dan C3A. Oleh karena itu untuk menghasilkan semen dengan  panas hidrasi rendah diperlukan  klinker dengan  kandungan C3S dan C3A yang rendah pula.
b.    Kuat Tekan Semen
Kuat tekan  semen  salah  satunya ditentukan oleh komponen penyusun, terutama oleh kalsium silikat. Pada pengembangan kuat tekan awal (misalnya sampai umur 28 hari), didominasi oleh hidrasi C3S yang didukung oleh C3A. Untuk C2S dan C4AF akan memberikan  kontribusi terhadap kuat tekan  untuk umur yang lebih lama. Selain itu yang mempengaruhi pengembangan kuat tekan adalah kehalusan semen terhadap pengembangan kuat tekan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengembangan  kuat tekan semen berasal dari pengembangan kuat tekan  masing – masing komponen  penyusun semen.
c.    Shrinkage (Pengerutan)
Pengaruh komposisi kimia semen terhadap shrinkage tidak diketahui secara pasti. Gonnerman menemukan C3S dan C2S mempunyai tingkat pengaruh yang sama terhadap terjadinya peristiwa shrinkage, sedangkan menurut Roper, naiknya kandungan C3A akan mengakibatkan shrinkage menjadi lebih besar. Pengaruh C3A terhadap shrinkage ini dipengaruhi oleh besarnya kadar gypsum dalam semen, dengan kata lain semen yang mempunyai kandungan C3A sama akan mengakibatkan shrinkage yang berbeda bila kandungan gypsumnya berbeda.
Untuk pengaruh dari elemen yang lain dalam semen seperti kehalusan, distribusi ukuran partikel, dan lain – lainnya diketahui secara pasti.
d.   Ketahanan Terhadap Sulfat (Durability)
Salah satu hal penting dalam penggunaan semen dalam struktur beton adalah ketahanan terhadap sulfat. Komponen penyusun semen yang mempengaruhi terhadap ketahanan terhadap sulfat adalah C3A. Pada saat terjadi proses hidrasi semen, C3A akan bereaksi dengan sulfat dan air membentuk ettringite. Ettringite ini mempunyai volume yang lebih besar dibandingkan volume komponen penyusunnya sehingga bila berlebihan mengakibatkan terjadinya ekspansi yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur beton.Dari uraian diatas, maka semen yang tahan terhadap sulfat (semen type V) kandungan C3A-nya dibatasi maksimum 5 %.
e.    Soundness
Soundness didefinisikan sebagai kemampuan pasta semen yang mengeras untuk mempertahankan volumenya setelah proses pengikatan berakhir. Kestabilan volume ini dapat terganggu karena adanya CaO bebas (free lime) dan MgO bebas (periclase) yang berlebihan (mengakibatkan ekspansi).
f.     Waktu Pengikatan
Waktu pengikatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh pasta semen dari mulai di tambahkan air sampai didapatkan semen yang keras dan tidak dapat di bentuk lagi. Periode waktu pengikatan ini dapat dibagi menjadi 4 yaitu dormant periode, initial set (pengikatan awal), final set (pengikatan akhir), dan hardening (pengerasan).
Campuran semen dengan air akan membentuk adonan yang bersifat kenyal dan dapat di bentuk (workable). Untuk beberapa saat sifat pasta tidak dapat berubah. Periode ini dikenal dengan periode tidak aktif (dormant periode). Pada tahap selanjutnya, pasta yang terbentuk menjadi semakin kaku hingga mencapai tingkat dimana pasta tetap lunak, tetapi sudah tidak dapat dibentuk lagi. Periode ini disebut inital set,sedang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkatan ini disebut initial setting time(waktu pengikatan awal). Selanjutnya pasta menjadi semakin kaku menjadi semakin padatan yang keras dan etas (rigid). Tahap ini disebut final set dan waktu yang di butuhkan untuk mencapai tingkatan ini disebut final setting time (waktu pengikatan akhir). Proses ini berlanjut terus hingga pasta semen menjadi semakin keras dan kuat yang disebut dengan pengerasan atau hardening.
g.    Konsistensi
Konsistensi didefenisikan sebagai kemampuan pasta semen untuk mengalir. Pada pengujian, konsistensi ditunjukkan dengan penetrasi jarum vicat sebesar 10±1 mm. Sifat ini digunakan untuk mengatur perbandingan antara jumlah air dengan semen pada saat pembuatan pasta semen.
2.    Sifat – Sifat Kimia Semen
Beberapa sifat kimia yang penting dalam semen antara lain:
a.    Loss on Ignition (LOI)
LOI menyatakan bagian dari zat yang akan terbebaskan sebagai gas pada saat terpanaskan atau dibakar (temperatur tinggi). Pada bahan baku umpan kiln ini berarti bahwa semakin tinggi LOI-nya maka semakin sedikit umpan kiln yang menjadi produk klinker. Oleh karena itu, LOI bahan baku maksimal di persyaratkan untuk mengurangi in-efisiensi proses karena adanya mineral – mineral yang dapat diuraikan pada saat pembakaran. Komponen utama LOI adalah uap air yang berasal dari kandungan air (moisture) dalam bahan baku (raw mix) dan gas CO2 yang akan dihasilkan dari proses kalsinasi CaCO3.
b.    Insoluble Residue
Yaitu impuritis/zat pengotor yang tetap tinggal setelah semen tersebut direaksikan dengan asam khlorida (HCl) dan natrium karbonat (Na2CO3). Insoluble residue dibatasi untuk mencegah tercampurnya semen Portland dengan bahan – bahan alami lainnya yang tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
c.    Modulus – Modulus Semen
Modulus – modulus semen digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis semen yang akan diproduksi dan digunakan untuk menghitung perbandingan bahan baku yang dipakai.
1)    Hydraulic Modulus (HM)
Modulus ini menunjukkan perbandingan antara CaO dengan ketiga oksida lainnya yang dirumuskan:
Batasan nilai HM adalah 1,7-2,3. Pengaruh nilai HM terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut:
·      Pengaruh HM >2,3
Kiln feed sulit dibakar, kebutuhan energi tinggi. Karakteristik semen yang dihasilkan mempunyai kadar CaO bebas cenderung tinggi, kuat tekan awal dan panas hidrasi tinggi, tidak tahan terhadap senyawa asam dan stabilitas volume yang rendah.
·         Pengaruh HM <1,7
Kiln feed mudah dibakar, kebutuhan energi rendah. Karakteristik semen yang dihasilkan mempunyai kadar CaO bebas rendah, kuat tekan rendah.
2)    Faktor Penjenuhan Kapur/Lime Saturation Factor (LSF)
Faktor penjenuhan kapur adalah nilai yang menunjukkan perbandingan CaO maksimum teoritis yang dapat mengikat senyawa–senyawa SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Perhitungan LSF didasarkan pada anggapan kondisi pembakaran klinker yang optimal, homogenisasi tepung baku baik dan CaO bebas pada klinker sama dengan nol, yang dirumuskan:
               
Batasan nilai LSF adalah 90-99. Pengaruh nilai LSF terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut:
·      Pengaruh LSF > 99
-       Kiln feed sulit dibakar, sehingga membutuhan energi yang tinggi.
-       Sulit membentuk coating, sehingga panas hidrasi yang hilang dari dinding tanur naik.
-       Temperatur gas keluar tanur naik.
-       Kadar CaO bebas cenderung naik.
-       Kadar C3S naik, sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi naik.
-       Biasanya digunakan untuk mengantisipasi kadar abu batu bara yang tinggi.
·      Pengaruh LSF <90
-       Kiln feed mudah dibakar, sehingga kebutuhan energi cukup rendah.
-       Cenderung membentuk ring coating dalam kiln.
-       Klinker berbentuk bola-bola dan sulit dingin.
-       Kadar CaO bebas cukup rendah.
-       Kadar C3S turun dan kadar C2S naik secara proporsional.
-       Panas hidrasi semen cenderung rendah.
3)   Silika Modulus (SM)
Silika modulus adalah nilai yang menunjukan perbandingan antara jumlah SiO2  terhadap jumlah Fe2O3 dan Al2O3. Modulus silika dapat dinyatakan dengan persamaan berikut ini:
SM=
Batasan nilai SM adalah 1,9-3,2. Pengaruh nilai SM terhadap proses dan kualitas semen sebagai berikut:
·      Pengaruh SM >3,2
-       Kiln feed sulit dibakar, sehingga membutuhkan energi yang tinggi.
-       Fase cair rendah, thermal load tinggi, terak dusty dan kadar CaO bebas cenderung tinggi.
-       Sifat coating tidak stabil. Coating yang terbentuk tidak tahan terhadap thermal shock sehingga radiasi dan dinding tanur tinggi.
-       Merusak bata tahan api.
-       Memperlambat pengerasan semen.
-       Kuat tekan semen cenderung naik.

·      Pengaruh SM < 1,9
-       Selalu membentuk ring coating.
-       Klinker yang dihasilkan sangat keras dan sulit digiling.
-       Waktu pengikatan semen pendek dan panas hidrasi naik.
-       Kuat tekan awal semen (3-7 hari) rendah.
-       Tanur tidak stabil, kebutuhan energi rendah.
-       Mudah dibakar, fase cair tinggi, dapat merusak bata tahan api.
4)    Aluminium Modulus (AM) atau Iron Modulus (IM)
Alumina Modulus atau Iron Modulus adalah perbandingan antara Al2O3 dan Fe2O3. Nilai Alumina modulus/ iron Modulus dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
IM = AM =
Batasan nilai IM/AM adalah 1,5-2,5. Pengaruh nilai IM/AM terhadap proses dan kualitas semen adalah sebagai berikut :
·      Pengaruh IM > 2,5
-       Kiln feed sulit dibakar.
-       Viskositas fase cair pada temperatur tetap akan naik.
-       Semen yang dihasilkan mempunyai kuat tekan awal tinggi, waktu pengikatan pendek, panas hidrasi tinggi, ketahanan terhadap sulfur rendah.
-       Kadar C3A naik, C4AF turun, sedangkan C3S dan C2S rendah.
·      Pengaruh IM <1,5
-       Fase Cair mempunyai viskositas rendah.
-       Semen yang dihasilkan mempunyai ketahanan terhadap sulfat tinggi, kuat awal rendah dan panas hidrasi rendah.
-       IM yang rendah dan tidak adanya SiO2 bebas dalam kiln feed menyebabkan terak menjadi lengket dan membentuk bola – bola besar.
Selain mengandung senyawa yang diperlakukan, kiln feed juga mengandung senyawa yang tidak diinginkan. Kadar senyawa tersebut harus dibatasi sekecil mungkin. Pembatasan ini dilakukan untuk menghindari gangguan yang dapat ditimbulkan oleh senyawa tersebut,baik selama proses pembuatan semen maupun pada saat semen tersebut digunakan.

I. RAW MIX DESIGN
Raw mix design adalah untuk menentukan perbandingan jumlah dari masing-masing bahan mentah yang diperlukan dalam penyiapan umpan kiln atau kiln feed sehingga diharapkan akan diperoleh klinker dengan komposisi kimia sesuai dengan yang dikehendaki.
Pengertian Raw Mix Design tidak hanya menekankan pada perhitungan proporsi bahan mentah saja tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor seperti:
·         Spesifikasi dari type semen yang diproduksi
·         Proses yang digunakan
·         Situasi Pasar
·         Biaya dan bahan baku
Besaran yang digunakan dalam raw mix design untuk menentukan proporsi bahan mentah biasanya didasarkan pada modulus-modulus dari komposisi kimia seperti:
·           LSF (Lime Saturation Faktor)
·           C3S (Three calcium silikat)
·           SM (Silika Modulus)
·           AM (Alumina Modulus)
Dalam membuat raw meal (raw mix design) yang akan diumpankan ke kiln sebagai kiln feed perlu diperhatikan adalah :
·            Bahan Bakar
Untuk bahan bakar minyak dan gas tidak akan mempengaruhi komposisi kimia klinker yang dihasilkan namun untuk bahan bakar padat sangat mempengaruhi proses pembentukan klinker dalam kiln sehingga perlu dipertimbangkan dalam pembuatan raw mix design. Misalkan Bahan bakar padat batubara, kadar abunya sangat berpengaruh dalam proses pembentukan klinker dengan penurunan LSF dan peningkatan Alumina sehingga kandungan C3S klinker yang dihasilkan akan rendah.
·            EP Dust
Karena kandungan LSF EP Dust cukup tinggi sehingga dianggap perlu dibuat sebagai inputan dalam membuat raw mix design.

Ø Sasaran Perhitungan Raw Mix Design
Target perhitungan raw mix design berupa modulus-modulus atau komposisi kimia klinker atau semen yang dihasilkan.
Modulus-modulus yang digunakan sebagai target dalam raw mix design ini untuk membuat raw meal perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap proses pembakaran kiln feed dalam kiln.
·      LSF ( Lime Saturation Faktor )
Batasan nilai LSF normalnya adalah :  90  -  99
·      SM ( Silika Modulus )
Batasan nilai SM normalnya adalah :  1.90  -  3.20
·      AM ( Alumina Modulus )
Batasan nilai normalnya adalah  : 1.50  -  2.50

Ø  Perhitungan Raw Mix Design
Dalam membuat raw mix design langkah-langkah yang diambil dalam pelaksanaan perhitungan adalah sebagai berikut:
·      Tentukan jenis semen yang akan diproduksi.
·      Tentukan besaran yang akan dibuat sebagi sasaran atau target.
·      Pelaksanaan perhitungan dapat dilakukan dengan 2 cara tergantung dari jumlah bahan bahu yang digunakan :
-       Dengan cara Silang untuk 2 komponen.
-       Dengan cara Aljabar atau matriks untuk 2 komponen atau lebih.

Ø  Free Lime
Salah satu parameter kontrol mutu pada proses pembuatan semen adalah Free Lime, terutama dalam pembakaran tepung umpan ( Kiln Feed ) menjadi clinker. Untuk menjaga agar mutu produksi clinker tetap sesuai dengan target yang ditetapkan maka pemeriksaan kadar free lime diperketat.
Pabrik Tonasa II/III mempunyai fasilitas penampungan clinker berupa silo, untuk mutu yang paling baik dengan free lime < 2,00, dimasukkan ke dalam silo clinker III. Untuk free lime > 2 – 5 % dimasukkan ke dalam silo II, dan untuk free lime > 5 dimasukkan kedalam silo kecil ( LBS ) untuk siap diangkut keluar  ( tempat penampungan ) clinker mentah.
Demikian juga halnya dengan pengendalian mutu semen, free lime sangat diperketat pengendaliannya. Untuk pemeriksaan free lime pada penggilingan semen dilakukan 1x / 2 jam pada keadaan normal, tapi kalau free lime ketinggian ( > 2 % ) maka pemeriksaan dilakukan setiap jam.
Kapur bebas yang terdapat dalam terak atau semen  adalah CaO yang tidak bersenyawa dengan oksida-oksida lainnya seperti SiO2, Al2O3 dan Fe2O3.
Adanya kapur bebas ini dapat disebabkan oleh  2 hal yaitu :
a.    Jumlah CaO yang digunakan berlebihan jika dibanding dengan  kebutuhan untuk bereaksi dengan SiO2, Al2O3 dan Fe2O3.
b.   Reaksi yang berlangsung dalam tanur putar kurang sempurna, walaupun CaO sesuai dengan kebutuhan tetapi tidak bersenyawa dengan oksida-oksida SiO2, Al2O3 dan Fe2O3 ( pembakaran tidak sempurna )
Proses pembakaran dalam tanur putar berlangsung pada suhu yang lebih tinggi dari pada suhu dissosiasi CaCO3 ( 8960C ). Kemudian CaO hasil dissosiasi terus dibakar pada suhu yang lebih tinggi ( hard-burnt ). Disamping itu CaO mengkristal dan tercampur bersama kristal-kristal mineral lain ( intercristalissed ). Akibat hard burt dan interkristalissed menyebabkan CaO yang dihasilkan lambat bereaksi dengan air. Pada waktu semen digunakan, selain reaksi hidrasi senyawa-senyawa mineral potensial, juga terjadi reaksi hidrasi CaO bebas.
CaO   +  H2O                       Ca(OH)2
Reaksi hidrasi ini berlangsung sangat lambat dan baru selesai pada pengikatan akhir semen sudah terlampaui, pada hal Ca(OH)2 yang terbentuk mempunyai volume yang lebih besar dari CaO.pertambahan volume ini terjadi pada saat semen sudah tidak elastis lagi akibatnya terjadi keretakan pada beton  yang dapat merendahkan mutu bangunan.
Pembentukan Trikalsium Silika ( C3S ) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah  kapur bebas. C3S  merupakan komponen penentu utama kekuatan awal semen.  Hubungan antara kapur bebas dengan Trikalsium Silika adalah berbanding terbalik, artinya semakin tinggi kapur bebas maka C3S yang terbentuk akan semakin rendah. Secara teori kadar C3S dapat dihitung  berdasarkan rumus Bogue
Kadar C3S = 4,071(CaO – Fl) – (7,6 SiO2 + 6,718 Al2O3 + 1,43 Fe2O3  +  2, 85 SO3)
Pada rumus ini FL ( kapur bebas ) adalah pengurang dengan demikian berpengaruh besar terhadap  mutu dari produk semen.








BAB III
METODE ANALISA
Dalam analisa terdapat dua langka utama, yaitu identifikasi dan estimasi komponen-komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal dengan analisis kualitatif, sedang langkah estimasinya adalah analisis kuantitatif. Kegiatan yang dilakukan selama PKL merupakan analisis kuantitatif. Maka pembahasan dititik beratkan pada masalah analisis kuantitatif.
Adapun tahapan-tahapan analisis kuantitatif adalah sebagai berikut :
·   Pengambilan sample
Pengambilan sample haruslah mewakili semua material yang akan dianalisa secara utuh.
·   Pengubahan konstituen yang diinginkan kebentuk yang dapat diukur yang dilakukan dengan jalan melarutkan sample dengan pelarut yang sesuai.
·   Pengukuran konstituen yang diinginkan yaitu penggolongan dari cara analisa kuantitatif ke dalam suatu golongan ( grafimetri, volumetric, atau instrumentasi ).
·   Perhitungan, merupakan langka terakhir dalam suatu analisis yang dinyatakan sedemikian rupa agar datanya data dipahami.

A.   Analisa yang dilakukan berdasarkan cara pengukuran yang dilakukan, yaitui:
1.Grafimetri
            Analisis grafimetri merupakan analisis jumlah yang bertujuan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa yang terkandung dalam suatu contoh berdasarkan penimbangan dalam hal ini penimbangan hasil reaksi. Dalam hal ini, contoh sebelum ditetapkan kadarnya terlebih dahulu dilarutkan dan diendapkan dengan pereaksi yang sesuai. Kemudian dipijarkan dan ditimbang bobotnya.
            Prinsip pelaksanaan atau pengerjaan analisa contoh berdasarkan cara grafimetri terdiri dari beberapa langka yaitu :
·   Mempersiapkan contoh
Contoh yang akan ditimbang untuk analisa relatife sedikit, untuk itu agar dapat akurat maka perlu untuk mengambil contoh yang representative.
·   Menimbang  contoh
Contoh yang telah dipersiapkan selanjutnya ditimbang dengan teliti dengan menggunakan neraca analitik hingga 4 angka desimal.
·   Melarutkan contoh
Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
·   Memanaskan /mendidihkan larutan contoh
Apabila proses pelarutan contoh tersebut belum larut secara sempurna, maka dilakukan pemanasan.
·   Mengendapkan larutan contoh
Contoh yang telah larut sempurna selanjutnya diendapkan dengan larutan pengendap yang sesuai.
·   Menyaring dan Mencuci Endapan
Menyaring dan mencuci endapan adalah langka yang sangat penting dalam analisa grafimetri, karena ketetapan hasil yang akan diperoleh sangat bergantung pada kecermatan penyaringan dan pencucian. Dalam hal penyaringan dibutuhkan pemilihan kertas saring yang sesuai agar mempercepat proses penyaringan dan hasilnya dijamin ketelitian dan kebenarannya.
·   Pengeringan dan pemijaran
Endapan dikeringkan dan dibakar diatas hot plate kemudian dipijrkan dalam furnace pada suhu tertentu.
·   Penimbangan
Penimbangan yang dimaksudkan adalah untuk mengetahui bobot endapan.  Penimbangan dilakukan sampai bobot tetap.

2.      Volumetri
Metode volumetri adalah cara analisis yang berdasarkan pada pengukuran volume larutan yang diketahui kepekatannya, dalam hal ini larutan standar direaksikan dengan larutan contoh yang akan ditentukan kadarnya. Pelaksanaan pengukuran volumetri ini dilakukan dengan cara penitaran atau titrasi.
Prinsip pelaksanaan analisa secara volumetric terdiri dari beberapa langkah yaitu:
·   Mempersiapkan contoh
Contoh yang akan ditimbang untuk analisa relative sedikit, untuk itu agar dapat akurat maka perlu untuk mengambil contoh yang representative.
·   Menimbang  contoh
Contoh yang telah dipersiapkan selanjutnya ditimbang dengan teliti dengan menggunakan neraca analitik hingga 4 angka decimal.
·   Melarutkan contoh
Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dengan pelarut yang sesuai.
·   Memanaskan /mendidihkan larutan contoh
Apabila proses pelarutan contoh tersebut belum larut secara sempurna, maka dilakukan pemanasan.
·   Mengendapkan larutan contoh
   Contoh yang telah larut sempurna selanjutnya diendapkan dengan larutan pengendap yang sesuai.
·   Menyaring dan Mencuci Endapan
Menyaring dan mencuci endapan adalah langka yang sangat penting dalam analisa grafimetri, karena ketetapan hasil yang akan diperoleh sangat bergantung pada kecermatan penyaringan dan pencucian. Dalam hal penyaringan dibutuhkan pemilihan kertas saring yang sesuai agar mempercepat proses penyaringan dan hasilnya dijamin ketelitian dan kebenarannya.
·   Pengenceran
Pengenceran  yang dimaksud adalah filtrat dari hasil penyaringan  ditampung dalam labu ukur dan diencerkan hingga batas miniskus.
·   Penitaran
Suatu larutan contoh yang akan dianalisa dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dengan tepat. Untuk mengatahui kapan penambahan titran dihentikan, maka digunakan indikator yang dapat memberikan perubahan warna pada saat titik akhir tercapai.
·   Perhitungan
Perhitungan ini dimaksudkan untuk menentukan kesetaran antara konsentrasi larutan contoh dengan konsentrasi titran.



3.      Instumentasi
Analisis ini merupakan analisis jumlah yang pengukurannya dilakukan dengan menggunakan alat-alat khusus. Pada PT Semen Tonasa ini dilakukan di laboratorium X-Ray .
B.     URAIAN ANALISA
            Bahan-bahan yang dianalisa meliputi bahan baku ( batu kapur, tanah liat, pasir besi, pasir silika, dan gypsum), bahan dalam proses ( raw mill, kiln feed, dan linker ), bahan jadi ( semen ), dan bahan bakar ( batubara ).
v  Laboratorium  Mix
                CaO Bebas ( Free Lime)
1. Prinsip kerja : Contoh ditimbang  dilarutkan dengan larutan gliserol etanol (Glianol ) yang telah ditambah dengan indikator fenol ftalein kemudian dipanaskan hingga berwarna merah. Dititar dengan larutan amonium asetat hingga warna merah hilang.
2. Reaksi      :  CaO + 2C2H5OH                          Ca(OH)2 merah + (C2H5)2O
Ca(OH)2 + 2CH3COONH4               (CH3COO)2Ca +2NH3 + 2H2O
3. Alat       :   Neraca analitik
Wadah penimbang
Kondensor
Buret uatomatik
Spatula
Erlenmeyer asah
Hot plate
4. Bahan   :   Larutan Gleanol
Indikator PP
Larutan CH3COONH4 0,2 N
5. Prosedur         : Contoh ditimbang dengan teliti ± 1 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah.ditambahkan 60 ml larutan glianol. Dihubungkan dengan kondensor dan dipanaskan diatas hot plate hingga larutan berwarna merah.dititar panas-panas dengan larutan CH3COONH4 0,2N hingga warna merah hilang. Kemudian dipanaskan kembali. Penitaran dianggap selesai jika dalam waktu 5 menit pada saat pemanasan warna merah tidak timbul lagi.
6. Hasil      :   Kadar               =    ml CH3COONH4 x  Faktor
                                                                 BM CaO X N CH3COONH4
                                    Dimana  faktor =                                                    X 100 %
                                                                        Bobot contoh
v  Kehalusan
a. Blaine
1. Prinsip :   Alat blaine pada dasarnya menarik sejumlah udara melalui suatu alas semen yang disiapkan dengan porositas tertentu. Jumlah dan besar pori-pori alat yang disiapkan dengan porositas tertentu merupakan fungsi dari ukuran butir-butir semen dan menentukan kecepatan alir udara melalui alasnya.
2. Alat       :   Blane automatic
Neraca analitik
Kertas saring
Wadah penimbangan
Spatula
3. Prosedur         : Ditimbang contoh ± 117 gr, dimasukkan kedalam sel permeabilitas alat blaine yang bagian bawahnya telah dilapisi kertas saring 1 lembar ukuran medium kemudian dimasukkan contoh kedalam alat blaine lalu dilapisi dengan kertas saring. Permukaan diratakan dengan torak sampai leher torak bersentuhan dengan permukaan sel. Kemudian dipasang pada alat blaine dengan memutar sedikit kekanan sampai keras. Setelah itu tekan tombol power sampai lampu menyalah dan tekan tombol start sampai cairan dalam manometer turun perlahan-lahan melewati ujung jarum yang paling bawah. Keluarkan torak dari dalam sel dengan menarik perlahan-lahan ke atas dan tunggu beberapa saat, maka alat blaine mulai bekerja secara otomatis. Catat waktu yang diperlukan pada counter ( dalam detik )
4. Hasil      : Blaine ( cm 2/gr ) =
            Dimana  t  =  waktu alir udara
                        Factor     =  286,69 (setiap alat berubah )
b. Kehalusan dengan ayakan 0,045 mm
1. Prinsip      : Sejumlah contoh yang tersisa dalam ayakan dihitung sebagai residu dan dinyatakan dalam satuan persen ( % )
2. Alat           : Ayakan standar dengan lubang bujur 0,045 mm
Kuas
Neraca analitik
3. Prosedur         : Ditimbang ± 10 gr contoh lalu dimasukkan kedalam ayakan standar kemudian disemprotkan air pada tekanan 20-30 Psi, sampai air bekas semprotan jernih. Ayakan dikeringkan diatas oven hingga kering, diangkat dan didinginkan.residu dikeluarkan dari ayakan dengan menggunakan kuas dan selanjutnya ditimbang,
4.Hasil       :                        Bobot residu
                                    Residu.45 =                                 X  100 %
                                            Bobot contoh
§  Kadar air
1. Prinsip  :   Kehilangan bobot setelah dikeringkan pada alat IRDU atau oven dihitung sebagai kadar air.
2. Alat       :   Neraca analitik
IRDU
Oven
Eksikator
3. Prosedur         : - Pengujian kadar air dengan menggunakan oven
                                            Ditimbang contoh ± 10 gr kedalam wadah yang telah diketahui bobot kosongnya (a mg) dimasukkan kedalam oven pada suhu 105-110 oC selama 1 jam dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang ( b gr ).
                                            - Pengujian kadar air dengan menggunakan alat IRDU air
Ditimbang contoh ± 10 gr pada alat ( alat ini berupa timbangan yang dilengkapi dengan alat pemanas pada suhu 1050C) setelah alat ini diaktifkan dengan cara menutup timbangan dengan alat pemanas tersebut. Penetapan dianggap selesai apabila berat sample pada alat IRDU tetap
  4. Hasil    :                               (    a  -  b  )
                                        Kadar air =                      X 100%
                                                                             A
C.   Laboratorium X-Ray
Pada laboratorium ini dilakukan analisa kering terhadap bahan baku, bahan dalam proses dan hasil akhir dari proses menggunakan alat X-Ray Spektrofotometer. Alat ini bekerja secara otomatis yakni hasil analisa muncul pada layer computer yang merupakan bagian dari alat X-Ray Spektrofotometer.
a. Prisip                :               Contoh ditambahkan borak dan TEA, digiling dan dianalisa dengan X-Ray spektrofotometer yang didasarkan pada pembakaran sinar X.
b.Alat    :               Timbangan analitik
Mesin giling
Cincin cetakan
Vakum cleaner
Kuas
Mesin press
Grinding media
X-Ray Spektrofotometer
c.Bahan                : Boraks
TEA ( Tri Etanol Amin )
Sample
d. Prosedur        : Ditimbang  contoh ± 9 gr dan ditambahkan 3 pil borak dimasukkan kedalam  grinding media ditambahkan 4 tetes larutan TEA , digiling dalam bowl mill selama 4,5 menit untuk contoh semen  lime stone, kiln feed dan raw meal dan 10 menit untuk sample pasir silika. Contoh yang telah di giling dimasukkan kedalam cincin cetakan yang telah di pasang pada mesin pres lalu dipres pada tekanan 20 ton/cm. Selama 10 detik, dikeluarkan dari mesin pres, dibersikan kemudian dianalisa pada X- Ray Spektrofotometer.
D.   Laboratorium Kimia
Di dalam laboratorium kimia dilakukan analisis basah terhadap contoh kiln feed, raw  meal, klinker, semen, batu kapur, tanah liat, pasir silika, pasir besi, gypsum dan batu bara. Analisis basah merupakan penetapan kadar unsur atau senyawa yang terkandung dalam suatu senyawa kimia tertentu dalam fase cair.
Penetapan yang di lakukan pada laboratorium ini adalah sebagai berikut:
a. Penetapan Hilang  Pijar / LOI ( Lost  Of   Ignition )
1. Prinsip              : Selisih bobot sebelum dan sesudah pemijaran adalah hilang pijar.
Sample yang dianalisa adalah batu kapur, tanah liat, raw meal, kiln feed dan semen.
2.Reaksi : Senyawa karbonat                   CO2
                               
                                Zat-zat organic                             H2O +CO2  
                               
                                L+X                                                                                   L2O3

3. Alat                      :               Neraca analitik
Eksikator
Spatula
Cawan platina dan furnace
4. Prosedur         : Ditimbang dengan teliti  ± 1 gr contoh kedalam cawan platina yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipijarkan selama 15 menit dalam furnace pada suhu 1100 0C, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.
5. Hasil  :                                      (  X  -  Y )
                                Hilang pijar  =                                       X 100%
                                                             Bobot contoh
                                Dimana :     X = bobot cawan + bobot contoh sebelum dipijarkan
                                                    Y = bobot cawan + contoh setelah pemijaran
b. Penetapan SiO2
1. Prinsip : Contoh dicampur dengan garam lalu ditambahkan HCl pekat dan HNO3 pekat kemudian dipanaskan. Endapan senyawa silika yang terbentuk kemudian dipijarkan hingga menjadi oksida silika (SiO2).
2. Reaksi    :                                             CaCl2                                           H2SiO3
                                Sampel + HCl                          MgCl2                +                       H4SiO4
                                                                                    FeCl3                                            BTL
                                                                                    AlCl3                                                                                            
                                H2SiO3 + H4SiO4+ BTL                                2 SiO2 + BTL +2H2O
3. Alat : Beaker gelas 100 ml                                                    Spatula                                    
                            Kaca arloji                                                                            Gegep     
                            Corong                                                                                 Cawan platina                       
                            Pengaduk                                                                            Standar corong                    
                            Penangas air/hot plate                                                  Eksikator                 
                            Labu ukur 500 ml                                                              Furnace                                   
                            Kertas saring                                                                      Kasa                                          
                            Neraca analitik
4. Bahan  : Sample
HCl p.a dan HCl 5 %
HNO3 p.a
NH4Cl (s)
Campuran Na2CO3 : K2CO3 ( 1 : 1 )
Aguadest panas
5. Prosedur : Ditimbang dengan tepat 1 gr contoh yang sudah halus kedalam gelas piala 100 ml.
                                Ditambahkan 5 gr NH4Cl kemudian diaduk rata.
Ditambahkan 10 ml HCl p.a dan 3 tetes HNO3 p.a diaduk dan dipanaskan diatas pasir selama 30 menit tiap10 menit diaduk agar larut sempurna.
Diangkat kemudian ditambahkan dengan HCl 5% sampai volume menjadi 80 ml.
Saring dengan kertas No.41, tampung saringan dengan labu ukur 500 ml untuk penetapan Fe2O3, Al2O3, CaO,MgO.
Residu bersama kertas saring dimasukkan kedalam cawan platina yang sudah diketahui bobot kosongnya, dikeringkan diperarang di atas hot plate kemudian dipijarkan dalam tanur selama 15 menit pada suhu 11000C.
Dikeluarkan dan didinginkan dalam eksikator kemudian ditimbang.
6. Hasil :                           Bobot sisi pijar
                                Kadar SiO2   =                             X 100%
                                                       Bobot contoh
c.  Penetapan Bagian Tak Larut (  BTL )
                Penetapen BTL berlaku untuk klinker dan semen
1. Prinsip : Bagian contoh yang tidak larut dengan HCl dan NaOH dihitung sebagai bagian tak larut.
2. Alat   : Beaker gelas 100 ml                                                  Spatula                                                                     Kaca arloji            Gegep                                                                                                                                      Corong Cawan platina                                    Pengaduk                                                                        Standar corong                                                     Penangas air/hot plate  Eksikator                                                                             
           Furnace                                                                                 Kertas saring                                                          Neraca analitik
4. Bahan  : Sample
HCl ( 1 : 1 )
NaOH  5 %
Indikator MM
                                Aguadest panas.
4. Prosedur : Ditimbang 1 gr contoh kedalam gelas piala 100 ml
Ditambahkan aguadest 20 ml, diaduk lalu ditambahkan 10 ml HCl ( 1: 1 ) kemudian ditambahkan lagi aguadest hingga volume larutan menjadi 60 ml.
Dipanaskan diatas hot plate hingga mendekati titik didih, diangkat kemudian disaring dengan kertas saring No.41. Filtrat ditampung pada gelas piala 250 ml untuk digunakan pada penetapan SO3. Kertas saring yang berisi endapan dimasukkan ke dalam gelas piala semula yang berisi 50 ml NaOH 5% ditambahkan 1-2 tetes  indikator MM ( larutan berwarna kuning ) ditambahkan HCl 1:1 hingga larutan berwarna merah.
Dipanskan di atas hot plate hingga mendidih, disaring dengan kertas saring No.40. Endapan dicuci dengan aguadest panas, kertas saring beserta endapan dimasukkan ke dalam cawan platina yang sudah diketahui bobot kosongnya. Dipijarkan dalam furnace pada suhu 11000C, didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap.
5. Hasil  :                        Bobot sisi pijar
                                Kadar BTL  =                              X 100%
                                                      Bobot contoh

d. Penetapan SO3
1. Prinsip : SO3 dalam suasana asam akan membentuk SO4 =, dengan penambahan BaCl2 akan membentuk endapan BaSO4 yang berwarna putih.
2. Reaksi : SO3 + H2O       HCl              H2SO4
                                    H2SO4 + BaCl2                         BaSO4   +   2HCl
3. Alat   :  Beaker gelas 100 ml                                                 Gegep                                                                      Labu semprot                Corong                                                                                                                                 Cawan platina    Pengaduk                                                                                                                        Standar corong     Penangas air/hot plate                                  Eksikator                                                                          Furnace                                                                    Kertas saring      Kasa                                                                                                                                Neraca analitik
4. Bahan  : Sample
      BaCl2 10 %
                                      Aguadest panas.
5. Prosedur : Filtrat dari penetapan BTL ditambahkan BaCL2 hingga pengendapan sempurna. Endapan disaring dengan kertas saring No.42. Endapan dicuci dengan air panas hingga bebas klorida. Endapan beserta kertas saring dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipijarkan dalam tanur pada suhu 11000C selama 15 menit, didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap.
5. Hasil  :                          Bobot sisi pijar x fk SO3 / BaSO4
                                Kadar SO3 =                                                        X 100%
                                                                Bobot contoh
e. Penetapan Fe2O3 dan Al2O3
1. Prinsip : Ion Fe+3 danAl+3 dapat ditentukan berdasarkan kecendrungan EDTA membentuk senyawa kompleks dengan :
                                Ion Fe+3  pada suhu kamar (pH = 2)
                                Ion Al+3 pada keadaan mendidih (pH = 3)
                                Keadaan ini memungkinkan untuk memisahkan Fe+3 danAL+3 dari larutan yang sama.
2. Reaksi : Fe+3 + SCN -                        [  Fe(CNS)6 ]-3
                                    Fe+3 + H2Y-2                                FeY-2 + 2H+
                                    Al+3+ H2Y-2                                    AlY- + 2H+
3. Alat   : Beaker gelas 100 ml                                                  Gegep                                                                      Labu semprot            Corong                                                                                                                                     pH meter             Pengaduk                                                                                                                        Standar corong     Penangas air/hot plate                              Pipet volume 100 ml                                                       Magnetic stiral                                                      Buret automatik
4. Bahan  : Sample
                                      Aguadest panas
                                      Buffer Fe2O3 dan Al2O3
                                      NH4SCN
                                      Indikator PAN
                                      HCl 5%
                                      Kompleksonat  tembaga
                                      EDTA 0,02 M
5. Prosedur  : Penetapan Fe2O3
                                Dipipet 200 ml filtrate dari penetapan SiO2 kedalam beaker gelas  yang berisi magnetic stirer. Ditambahkan buffer Fe2O3 hingga pH 2. Ditambahkan 5 ml NH4SCN ( larutan berwarna merah kecoklatan ). Diletakkan diatas magnetic stirer dan dititrasi dengan EDTA 0,02 M  sampai terjadi perubahan warna kembali kewarna semula ( kuning ).Catat volume penitaran.
                            Penetapan Al2O3
                                Larutan hasil titrasi dari penetapan Fe2O3 ditambahkan buffer Al2O3 hingga pH = 3. Dipanaskan diatas hot plate hingga mendidih. Ditambahkan 3 tetes kompleksonat tembaga dan 8 tetes indikator PAN hingga larutan berwarna merah muda. Selanjutnya dititar dengan EDTA 0,02 M  hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning ( tidak terjadi lagi perubahan warna setelah dipanaskan selama 5 menit ).
6. Hasil :                         Fp x V EDTA  x M EDTA x BM Fe2O3
                                % Fe2O3 =                                                                 x 100 %
                                                                            Bobot contoh

                                  Fp x V EDTA  x M EDTA x BM AL2O3
                                % AL2O3 =                                                                 x 100 %
                                                                          Bobot contoh
f. Penetapan CaO
1. Prinsip : Ion Ca2+ akan membentuk senyawa kompleks dengan EDTA pada pH larutan 12-13. Larutan NaOH 2 N berfungsi untuk menaikkan pH larutan dengan menggunakan kalsein sebagai indikator.
2. Reaksi : Ca2+ + HIn=                            CaIn- ( hijau )  + H+
                                CaIn_ ( hijau )  + H2Y =                  CaY=( ungu )  + HIn=  + H+
3. Alat   :  Beaker gelas 100 ml
    Labu semprot
    Pipet volume 25 ml
    Magnetic stiral
                                    Buret automatik
4. Bahan   : Sample
                                      Aguadest
                                      EDTA 0,02 M
                                      TEA
                                      Indikator Calsein.
5. Prosedur  : Dipipet 25 ml filtrat dari penetapan SiO2 kedalam beaker gelas yang berisi 200 ml aquadest dan maqnetik stiral. Ditambahkan 2 ml TEA, 25 ml NaOH 2 N dan indikator kalsein ( larutan berwarna hijau ). Diletakkan diatas magnetic stirer kemudian dititar dengan EDTA 0,02 M hingga titik akhir ( larutan berwarna ungu), catat volume penitaran.
6. Hasil :                    Fp  x V EDTA  x  M EDTA x BM CaO
                                % CaO =                                                                 x 100 %
                                                                      Bobot contoh
g. Penetapan MgO
1.Prinsip : Ion Mg2+ akan membentuk senyawa kompleks dengan EDTA pada pH larutan sekitar  10. Sebagai indikator digunakan EBT ( Erio Chrom Black-T ).
2. Reaksi :  Mg2+ + HIn=                           MgIn- ( ungu )  + H+
                                MgIn - ( ungu )  + H2Y =                  MgY =( biru )  + Hin =  + H+
3. Alat   :  Beaker gelas 100 ml
    Labu semprot
    Standar corong
    Pipet volume 25 ml
    Magnetic stiral
                                    Buret automatic

4. Bahan  : Sample
                                      Aguadest
                                      EDTA 0,02 M
                                      TEA
                                      Indikator EBT
                                      Buffer MgO
                                      Asam Askorbat
                                      KCN
5. Prosedur  : Dipipet 25 ml filtrat dari penetapan SiO2 kedalam beaker gelas yang berisi 200 ml aquadest  dan maqnetik stiral. Ditambahkan 2 ml TEA, 20ml buffer MgO, seujung sudip asam askorbat, seujung sudip KCN dan indikator EBT ( larutan berwarna ungu ). Diletakkan diatas magnetic stirer  kemudian dititar dengan EDTA 0,02 M hingga titik akhir ( larutan berwarna biru ), catat volume penitaran.
6. Hasil :                  Fp x ( b – a )  x M EDTA x BM MgO
                                % MgO =                                                              x 100 %
                                                                       Bobot contoh
                                Dimana :  a  =  ml penitaran CaO
                                                     b =     ml penitaran  MgO

Analisa  Gypsum
                Penetapan pada analisa gypsum adalah:
a. Penetapan kadar air bebas
1. Prinsip : Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan didalam oven temperatur 500C dihitung sebagai kadar air bebas.
2. Alat   : Neraca digital                                                              Pinggan penguap
                                Spatula                                                                             Oven
                                Eksikator                                                                          Gegep
3. Prosedur : Ditimbang contoh gypsum sebanyak ± 10 gr kedalam pinggan penguap yang telah diketahui bobot kosongnya. Dimasukkan kedalam oven pada suhu 500C selama 2 jam, didinginkan dan ditimbang hingga tercapai bobot tetap.
4.Hasil   :                                      A    -    B
                                Kadar air bebas  =                        X 100%
                                                                             A
                                Dimana :    A = bobot gypsum sebelum dikeringkan
                                                      B = bobot gypsum setelah dikeringkan
b. Penetapan kadar air terikat ( air hablur )
1. Prinsip : Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan didalam oven temperatur 215-2300C dihitung sebagai kadar air terikat.
2. Alat                                                                                             : Neraca digital      Pinggan penguap
                                  Spatula                                                                           Oven
                                  Eksikator                                                                        Gegep
3.Prosedur : Contoh bekas penetapan kadar air bebas dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 215-230 0C selama 2 jam, dikeringkan dan ditimbang hingga bobot tetap.
4. Hasil  :                                      A    -    B
                                Kadar air bebas  =                       X 100%
                                                                             A
                                Dimana :       A =  bobot gypsum sebelum dikeringkan ( awal )
                                                         B = bobot gypsum setelah dikeringkan
c. Penetapan SO3
1. Prinsip : SO3 dalam suasana asam akan membentuk SO4 =, dengan penambahan BaCl2 akan membentuk endapan BaSO4 yang berwarna putih.
2. Reaksi : SO3 + H2O          HCl                   H2SO4
                                H2SO4 + BaCl2               BaSO4      + 2HCl
3. Alat   :  Beaker gelas 100 ml                                                 Gegep                                                                                                      Labu semprot                                                                Corong                                                                                                     Cawan platina                                                                Pengaduk                                                                                                Standar corong                                                             Penangas air/hot plate                                                                      Eksikator                                                                          Furnace                                                                                                    Kertas saring                                                                  Kasa                                                                                                           Neraca analitik

4. Bahan  : Sample
      BaCl2 10 %
                                      Aguadest panas.
5. Prosedur : Filtrat dari penetapan BTL ditambahkan BaCL2 hingga pengendapan sempurna. Endapan disaring dengan kertas saring No.42. Endapan dicuci dengan air panas hingga bebas klorida. Endapan beserta kertas saring dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipijarkan dalam tanur pada suhu 11000C selama 15 menit, didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap.

6. Hasil  :                         Bobot sisi pijar x fk SO3 / BaSO4
                                Kadar SO3=                                                         X 100%
                                                                  Bobot contoh
d. Penetapan kemurnian gypsum
Untuk penetapan kemurnian gypsum dapat dihitung berdasarkan :
1. Cara Dickherchoff       :  kemurnian  = % SO3 x 2,15
                2. Cara SNI                          :  kemurnian  = % air kristal x 4,778

                                                                                           CaSO4.2H2O
                Dimana : 2,15 adalah faktor kimia  = 
                                                                                               SO3

                                                                                          CaSO4.2H2O
                4,778 adalah faktor kimia                  =
                                                                                               2H2O
Analisa Batu Bara
Penetapan pada analisa batubara adalah :
a. Penetapan kadar air lembab ( inherent moisture )
1. Prinsip : Kadar air lembab  dapat ditentukan dari kehilangan bobot batu bara setelah dipanaskan pada suhui 105 – 1100C selama 1 jam.
2. Reaksi : Batu bara     105 – 110 C            H2O  +  Batu bara

3. Alat   : Neraca digital                                                              Aluminium foil
                                  Spatula                                                                           Oven
                                  Eksikator                                                                        Gegep
4. Prosedur  : Ditimbang  ± 1 gr batu bara yang berukuran 60 mesh kedalam wadah yang telah diketahui bobot kosong. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 – 1100C selama 2 jam. Didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

5. Hasil  :                                                   A    -    B
                                Kadar air lembab          =                       X 100%
                                                                                         A
                                Dimana :  A =  bobot contoh awal
                                                    B  = bobot contoh setelah pemanasan
b. Penetapan kadar zat terbang ( volatile matter )
1. Prinsip  :  Kadar zat terbang ditentukan dengan cara menghitung kehilangan bobot contoh setelah dipanaskan tanpa kontak dengan udara pada kondisi standar,  kemudian dikoreksi terhadap air lembab.
2. Reaksi  : Batu bara        950 C              ( CHONS ) zat terbang  +  karbon sisa  +  ash.
3.Alat    : Neraca digital                                                              Cawan porselin + tutup
                                  Spatula                                                                           Furnace
                                  Eksikator                                                                        Gegep
4. Prosedur  : Ditimbang ± 1 gr batu bara yang berukuran 60 mesh kedalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosong dan ditutup. Dipanaskan dalam furnace pada suhu 9500C selama 7 menit. Didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.
5. Hasil  :                           Bobot sisa pijar
                                Kadar Vm  =    (                    X 100% )  - %  air lembab
                                                            Bobot contoh
d. Penetapan kadar abu
1. Prinsip : Kadar abu dapat ditentukan dari massa residu pembakaran sempurna contoh pada keadaan standar.
2. Reaksi  : Batubara        950 C              H2O + CO2 + SOx + NOx + ash.

3. Alat   : Neraca digital                                                              Cawan porselin + tutup
                                  Spatula                                                                           Muffle Furnace
                                  Eksikator                                                                        Gegep
4. Prosedur  : Ditimbang ± 1 gr batu bara yang berukuran 60 mesh kedalam cawan porselin yang telah diketahui bobot kosongnya dan ditutup. Dipanaskan dalam furnace Pada suhu 27- 9500C selama 2 jam. Didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.
5. Hasil  :                            Bobot sisi pijar
                                Kadar abu  =                                 X 100%
                                                        Bobot contoh
e. Penetapan Kadar Belerang Cara Esckha
1. Prinsip : Contoh dilebur dengan campuran ESCKHA, membentuk SO42- yang kemudian diendapkan sebagai BaSO4.
2. Reaksi : S  + 3H2O + Br2                                                SO3 + 6 HBr
                                    SO3 + H2O                                                H2SO4
                                    H2SO4 + BaCl2                                         BaSO4 + 2HCl
3. Alat   : Neraca digital                                                              Cawan porselin + tutup
                                  Spatula                                                                           Muffle Furnace
                                  Eksikator                                                                        Gegep
                                  Kertas saring                                                                Beaker gelas                         
                                  Kasa                                                                                 Corong    
                                  Pengaduk                                                                      Eksikator
                                  Pengaduk                                                                                                         
4. Bahan : Campuran ESCKHA
                                    HCl    1 : 1
                                    Larutan Jenuh Br2
                                    Aqudest panas
                                    BaCl2 10 %
5. Prosedur : Ditimbang   ± 1 gr batu bara ke dalam cawan porselin yang berisi 3 gr ESCKHA, diaduk hingga homogen lalu ditanbahkan lagi 2 gr ESCKHA ( seluruh permukaan tertutup ). Dipanaskan dalam furnace pada suhu 27 – 950 0C, suhu 950 0C dipertahankan selama 4 jam lalu didinginkan pada suhu kamar. Contoh dilarutkan dalam beaker gelas dengan air panas, ditambahkan 2 ml larutan jenuh Br2. Kemudian dipanaskan sampai larutan berwarna putih. Disaring dengan kertas saring Whatman No. 41, filtrate diasamkan dengan HCl 1:1, lalu dipanaskan hingga larutan tidak berwarna. Ditambahkan 10 ml BaCl2 10 % lalu dipanaskan diatas penangas pasir hingga terbentuk endapan sempurna. Endapan disaring dengan kertas saring No.42, endapan dicuci dengan air panas hingga bebas klorida. Kertas saring beserta endapan dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah diketahui bobot kosongnya. Dipijarkan dalam furnace pada suhu 9500C, didinginkan dan ditimbang hinga bobot tetap.
                           
6. Hasil :                                        Bobot BaSO4 x 13,74
Kadar Belerang total=                                    X 100%
                                                                         Bobot contoh
E.   Laboratorium Fisika
          Di laboratorium ini dilakukan pengujian terhadap contoh semen. Pengujian  fisika adalah pengujian sifat-sifat fisik dari suatu bahan, dalam hal ini adalah semen .
Alat    :   Mangkok                                                                         Mesin pengaduk
                                                                                                                            Plat kaca  Pengaduk
                                Gelas piala                                                                      Pisau pengaduk
                                Neraca digital                                                                 Alat blaine manual
                                Cincin cetakan                                                               Stop watch
                                Penumbuk                                                                      Alat vicat
                                Cetakan benda uji                                                       Kertas saring                                                                                                      Sarung tangan karet                                                       Ayakan 0,045 mm
                                Batang peluncur
                Bahan   : Pasir Ottawa
                                  Aquadest
                                  Semen
Penetapan pada laboratorium fisika adalah sebagai berikut :
1.    Kehalusan semen
a.    Penetapan kehalusan dengan alat blaine manual :
1. Prinsip      :   Alat blane pada dasarnya menarik sejumlah udara melalui suatu alas semen yang disiapkan dengan porositas tertentu. Jumlah dan besar pori-pori alat yang disiapkan dengan porositas tertentu merupakan fungsi dari ukuran butir-butir semen dan menetukan kecepatan alir udara melalui alasnya.
2. Prosedur     :               Ditimbang cotoh semen sesuai dengan bobot yang telah ditentukan dari faktor alat, dimasukkan dalam alat tube baja yang telah dilapisi kertas saring pada bagian penyaringannya yang berfungsi sebagai alas bawah. Setelah semua semen masuk dalam tube baja, dimasukkan kertas saring sebagai pengalas atas. Tube baja ditutup dengan plunger dengan rapat, kemudian dimasukkan kebagian atas dari alat blaine. Kran pada alat dibuka dan bulf ditekan pelan-pelan sehingga cairan merah akan naik melewati batas miniskus atas. Kran ditutup kembali dan plunger dilepas dari tube. Stop watch dijalankan pada saat cairan merah tepat pada garis kedua dan dihentikan pada saat cairan berada tepat pada garis ketiga.
3. Hasil          :   Kehalusan  Blaine ( cm 2/gr ) =
            Dimana  t  =  waktu alir udara
                        Faktor      =  462,0 (setiap alat berubah )
  1. Kehalusan dengan ayakan 0,045 mm
Telah diuraikan pada penetapan b.2 pada lab. Mix.
2. Penentuan NC ( Normal Consistention )
1. Prinsip              :               Metode pengujian ini meliputi pemeriksaan konsentrasi normal dari semen hidrolisis. Metode ini juga merupakan perbandingan antara jumlah air yang digunakan dengan semen pada pembuatan pasta semen.
2. Prosedur : -Penyiapan  pasta semen
                                Ditimbang ± 650 gr semen. Disiapkan air dalam gelas ukur dan catat jumlahnya. Pengaduk dan mangkok yang kering diletakkan pada posisi yang sebenarnya. Air dimasukkan ke dalam mangkok, kemudian semen dan tunggu selama 30 detik ( sampai air terserap oleh semen ). Mesin pengaduk dijalankan pada kecepatan terendah ( 140 ± 4 putaran / menit ) selama 30 detik. Mesin pengaduk dihentikan selama 15 detik sambil mengumpulkan pasta pada dinding mangkok. Mesin pengaduk dijalankan kembali dengan kecepatan sedang ( 285  ± 10 putaran / menit ) selama 1 menit.
                                -Pencetakan benda uji
                                Pasta semen dibentuk menjadi bola dengan kedua tangan dan dilempar sebanyak 6 kali satu tangan ketangan yang lain dengan jarak 15 cm. bola pasta ditekan dengan satu telapak tangan ke dalam lubang cincin vivat. Benda uji diletakkan pada plat kaca dan diratakan dengan pisau.
                                -Penentuan konsistensi normal
                                Cincin yang telah berisi pasta diletakkan dibawah batang peluncur alat vicat dan skala diatur hingga tepat pada posisi nol kemudian dikunci. Kunci alat pelucur dilepaskan dan angka yang ditunjukkan pada skala dicatat. Nilai NC tercapai apabila batang peluncur menembus permukaan pasta sampai  10 ±  1 cm dari permukaan
3. Penentuan Setting Time dengan alat Vicat Automatik
          Semen dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang elastis dan dapat dibentuk, sampai beberapa saat karakteristik dari pasta tersebut tidak berubah dan disebut  “ Dormant Periode “ ( periode tidur ).
          Pada tahap selanjutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah namun sudah tidak dapat dikerjakan lagi yang disebut  ” initial set “ dan waktu yang diperlukan disebut  “ initial setting time ” ( waktu pengikatan awal ). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapatkan padatan yang utuh disebut  “ final set ” dan waktu yang diperlukan disebut  “ final setting time “ ( waktu pengikatan akhir ).
Prosedur             :               a. Penyipan pasta semen
                                650 gr semen dicampur denga sejumlah air sesuai dengan hasil penentuan   NC. Cara penyiapan dan pencetakan benda uji sama dengan penetapan penentuan NC.
                                b. Pentuan waktu pengikatan
                                Benda uji diletakkan pada alat vicat automatic setting time. Kertas grafik dipasang pada drum ( bagian dari alat setting time ). Pensil ditempatkan pada garis paling atas. Benda uji diletakkan dibawah jarum alat setting time dan waktu diatur pada posisi 5 menit. Alat diaktifkan dengan menekan tombol ON dan alat akan bekerja secara otomatis. Apabila jarum sudah tidak membekas pada permukaan pasta, maka alat distopkan dengan menekan tombol OFF. Setting awal dicatat dengan menhitung sejumlah  garis yang turunnya    > 25 mm dari garis nol, lalu dikali 5 ( interval waktu ) untuk setting akhir dengan cara menghitung jumlah titik yang ada pada permukaan pasta yang dapat terbaca dan dikali dengan interval waktu ( 5 menit ).
                            Dimana  :
-    Garis nol adalah garis kedua pada kertas grafik
-    Setting awal min 54 menit
-    Setting akhir max 375 menit.
4. Penentuan Pemuaian dengan Autoclave
Prinsip      :   Pengujian dengan autoclave meliputi pemuaian dari semen Portland, dengan melakukan pengujian terhadap benda uji. Adanya hidrasi CaO bebas, MgO atau kedua-duanya menyebabkan indeks potensial lambat berkembang.
Prosedur     :               -Penyiapan benda uji
                                Letakkan cetakan yang telah berisi pasta semen dalam ruang lembab selama  ± 20 jam.
                                -Pengujian benda uji :
                                Pada 24 jam ± 20 menit setelah pencetakan, benda uji dikeluarkan dari ruang lembab. Segera diukur panjangnya dan dimasukkan ke dalam autoclave pada suhu kamar. Diperiksa jumlah air dalam autoclave, biasanya autoclave berisi 7–10 % air. Lakukan pemanasan pendahuluan dengan catatan, biarkan katup ventilasi ditutup dan suhu autoclave akan naik dengan sendirinya. Pemuaian dalam autoclave dilakukan pada tekanan 20,6 – 20,7 kg / cm2 selama 3 jam. Setelah pemanasan dihentikan dan autoclave didinginkan sampai mencapai tekanan kurang dari 0,7 kg / cm2 dalam waktu 1,5 jam. Setelah itu sisa tekanan dikeluarkan dengan cara mengeluarkan perlahan-lahan sisa tekanan dengan membuka katup ventilasi. Selanjutnya benda uji dikeluarkan, didinginkan kemudian diukur pertambahan panjangnya.
Hasil   :                                             L. Awal  - L. Akhir
Kadar pemuaian       =                                      X 100%
                                                                            L. Awal – 4,4
                                Dimana  L   =   panjang ( cm )
                                            4,4  =  panjang dari batang besi lecil yang dipasang pada benda                                                                                uji.
5. Penentuan kuat tekan
Prinsip      :   Metode ini menggunakan cetakan berbentuk kubus dengan ukuran sisi 50 mm. Kuat tekan merupakan suatu acuan yang digunakan oleh spesifikasi lain dan metode uji lainnya. Salah satu yang mempengaruhi kuat teken adalah kandungan Trikalsium Silikat ( C3S ).
Prosedur     :               Ditimbang benda uji sebagai berikut :
                                Semen 500 gr
                                Pasir Ottawa 1375 gr
                                Aquadest 242 ml.
                                -Penyiapan benda uji
                                Masukkan sejumlah air kedalam mangkok mesin pengaduk. Masukkan semen ke dalam mangkok tersebut dan jalankan mesin pengaduk dengan kecepatan ( 1 ) selama 30 detik. Tambahkan pasir Ottawa perlahan-lahan dengan batas waktu sampai 30 detik, dengan mesin tetap berputar  pada posisi 1. Hentikan mesin pengaduk  dan pindahkan pada posisi 2 dan jalankan mesin selama 30detik, hentikan mesin pengaduk selama 90 detik pada 15 detik, pertama cepat-cepat turunkan campuran yang menempel pada dinding mangkok dan selanjutnya ditutup. Jalankan mesin pengaduk, dengan kecepatan 3 selama 60 detik. Matikan mesin pengaduk, lalu kumpulkan semua campuran tersebut dibagian bawah dari mangkok. Buat benda uji dengan menggunakan kubus.
                                -Penyimpanan benda uji
                                Setelah selesai memebuat benda uji yang masih dalam cetakan kubus, simpan dalam ruang lembab selama 20 – 24 jam. Jagalah permukaan dari percikan air. Jika benda uji dikeluarkan dari cetakan kubus sebelum 24 jam, maka benda uji tersebut tetap disimpan dalam ruang lembab sampai umurnya 24 jam. Selanjutnya benda uji direndam dalam bak air yang berisi larutan jenuh Ca(OH)2 selama 3 hari, 7 hari dan 28 hari. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan alat penguji tekan.
Hasil           :   Hasil akhir kuat tekan dinyatakan dalam kg / cm2 sebagai hasil rata-rata dari pengujian beberapa benda uji yang dibuat dari bahan yang sama, dengan ketelitian pengukuran sampai 0,01.
                                Kuat tekan ( kg / cm 2) = KN x 3,60
                                Dimana   :  KN  =  Angka yang ditunjukkan pada alat
                                                      3,60 = Faktor alat
6. Pengujian Pengikatan Semu ( False Set )
Prinsip      :   Pada pengujian ini jenuh tidaknya daya tembus dari alat vicat sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya perbandingan antara air dan semen yang digunakan dalam proses pembuatan pasta semen.
Prosedur     :               a Penyiapan pasta semen
                                    500 gr contoh dicampur dengan air secukupnya sampai menghasilkan pasta dengan penetrasi awal 32 ± 4 mm dengan cara sebagai berikut: pengaduk dan mangkok diletakkan pada posisi yang semestinya pada mesin pengaduk, kemudian dimasukkan semua air kedalam mangkok dan tunggu 30 detik agar air terserap. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah ( 140 ± 4 ) putaran permenit, selama 30 detik. Hentikan mesin pengaduk selama 15 detik dan selama waktu itu kumpulkan semua campuran tersebut ke bagian bawah dari mangkok. Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan sedang ( 285 ± 10 ) putaran permenit dan dicampurkan selama 2,5 menit.
                                b. Penyiapan benda uji
                                    Cepat-cepat pasta semen dibentuk menjadi bola dengan kedua tangan ( memakai sarung tangan ). Tekan bola pasta dengan satu tangan kedalam lubang yang besar dari cincin vicat, yang dipegang dengan tangan lainnya. Kelebihan pasta diambil dengan menggunakan pisau pelican. Letakkan cincin dengan lubang yang besar pada plat kaca, ratakan dan haluskan permukaannya. Selama pelaksanaan perataan dan menghaluskan hindarkan penekanan pada pasta.
c.Penentuan penetrasi awal 
Pasta ditempelkan pada cincin dibawah batang peluncur alat vicat, kemudian tempatkan batang peluncur tersebut pada skala nol lalu setelah 20 detik  batang peluncur dilepaskan pada pasta dalam cincin. Penetrasi pasta dianggap cukup bila menembus pasta sampai skala 32 ± 4 mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah batang peluncur dilepas. Angkah yang ditunjukkan pada batang peluncur  ( a mm ) dan cepat-cepat peluncur di bersihkan dan diletakkan dipinggir cincin dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit lepaskan kembali batang peluncur dan biarkan selama 30 detik. Catat angka yang ditunjukkan pada skala batang peluncur ( b mm)
Hasil           :                                                           a
                                Kadar penetrasi akhir  =                  X 100%
                                                                                       b








BAB IV
PROSEDUR, HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN
A.   PROSEDUR
1.      CaO Bebas ( Free Lime)
·   Prinsip
Kalsium oksida bebas dapat dilarutkan dalam larutan gliserin etanol panas, sehingga dapat dititrasikan dengan larutan ammonium asetat dalam etanol menurut reaksi :
                                CaO + 2C2H5OH                        Ca(OH)2 merah + (C2H5)2O
Ca(OH)2 + 2CH3COONH4                      (CH3COO)2Ca +2NH3 + 2H2O 
·   Bahan / Larutan
-       Larutan gliserin – etanol 1 : 5
1 bagian gliserin : 5 bagian alcohol          18 liter
o   Didihkan / panaskan 1 bagian gliserin dengan BaCl2 + pp sampai larut, lalu dinginkan
o   Tuangkan larutan gliserin kedalam jergen yang berisi alcohol ( untuk larutan 18 L terdiri dari 15 L alcohol, 3 L gliserin, 60 g BaCl2 , 1 g pp). Aduk hingga homogeny, kemudian netralkan dengan NaOH ( merah muda ).
-       Larutan baku ammonium asetat.
Larutkan 16 gr ammonium asetat kering dalam 1 liter etanol, bakukan larutan ini dengan cara sebagai berikut:
o   Pijarkan hingga bobot tetap ± 0,1 g CaCO3 dalam cawan platina pada suhu 900-1000ºC
o   Dinginkan dalam eksikator, timabng hingga ketelitian 0,0001 g
o   Lakukan penimbangan dengan cepat untuk menjegah penyerapan air dan CO2 . Segera pindahkan CaO tanpa dihaluskan kedalam labu didih 250 mL ( berisi 60 mL gliserol + pengaduk magnetik).
o   Timbang kembali cawan kosong untuk menentukan berat CaO dengan ketelitian 0,0001 g.
o   Hubungkan labu dengan kondensor pendingi, didihkan larutan di atas hot plate magnetic stirrer sampai larutan mendidih .
o   Titar dengan larutan baku Amonium Asetat hingga tak berwarna
o   Panaskan kembali di atas hot plate hingga larutan berwarna merah
o   Titar kembali hingga larutan tak berwarna
o   Lakukan kembali pengerjaan diatas hingga larutan tak berubah menjadi merah muda saat dipanaskan.

·     Peralatan
-             Timbangan analitis         - Hot plate
-             Buret automatic             -  Beaker gelas 100 ml
-             Erlenmeyer 250 ml         -  Kuas pembersih
-             Kondensor                        -   Spatula

·   Cara Kerja
-          Timbang tepat 1,0000 g contoh.
-          Masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambah 60 ml larutan gliserol dan beberapa potong batu didih segera pasang refluks kondensor  dan  didihkan   larutan   di atas  pelat panas.
-          Jika sudah berubah warna merah, maka angkat kondensor dan segera titrasi dengan larutan baku NH4 C2 H3 O2 (amonium acetat) hingga warna merah tidak nampak lagi, ini tampak pada titik akhir titrasi.
-          Pasang  kembali  kondensor, letakkan labu erlenmeyer di atas plat panas dan didihkan sampai timbul warna merah lagi.
-          Ulangi pekerjaan titrasi dan refluks beberapa kali sampai tidak ada perubahan warna lagi jika dididihkan selama 5 menit.
·         Perhitungan
Hitung kadar CaO bebas denga ketelitian sampai 0,10%

B.   Metode SNI
·         Bahan / Larutan
-          Larutan Gliserin-etanol 1 : 2
Campurkan 1 bagian volume gliserin dengan 2 bagian volume etanol ( untuk setiap 1 L larutan ini, tambahkan 2 mL larutan indikator pp)
-      Indikator phenoltphalein
Larutkan 1,0 gram phenolpthalein dalam 100 mL etanol
-      Larutan baku Amonium asetat (CH3COONH4)
Timbang 16 gram amonium asetat ( yang telah disimpan sebelumnya di eksikator), dilarutkan dalam 1 L etanol dalam botol tertutup yang kering dan bersih.
Bakukan larutan ini dengan cara sebagai berikut :
o   Pijarkan hingga bobot tetap ± 0,1 g CaCO3 dalam cawan platina pada suhu 900-1000ºC
o   Dinginkan dalam eksikator, timabng hingga ketelitian 0,0001 g
o   Lakukan penimbangan dengan cepat untuk menjegah penyerapan air dan CO2 . Segera pindahkan CaO tanpa dihaluskan kedalam labu didih 250 mL ( berisi 60 mL gliserol dan 2 gram Sr (NO3)2 + pengaduk magnetik).
o   Timbang kembali cawan kosong untuk menentukan berat CaO dengan ketelitian 0,0001 g.
o   Hubungkan labu dengan kondensor pendingi, didihkan larutan di atas hot plate magnetic stirrer selama 20 menit dengan pengadukan sedang.
o   Lepaskan kondensor dan saring isi labu dengan corong Buchner yang dihubungkan dengan pompa vacum kedalam erlenmeyer vacum.
o   Didihkan larutan (filtrat) dan segera titrasi dengan larutan baku amonium asetat hingga tak berwarna
o   Hitung ketentuan CaO (faktor) terhadap Amonium asetat (g/mL) dengan rumus :

·   Cara Kerja
-          Timbang 1,0000 g contoh.
-          Masukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambah 60 ml larutan gliserol etanol dan 2 gram Sr(NO3)2 dan beberapa potong batu didih segera pasang refluks kondensor  dan  didihkan   larutan   di atas  pelat panas selama 20 menit
-          Jika sudah berubah warna merah, maka angkat kondensor dan segera titrasi dengan larutan baku NH4 C2 H3 O2 (amonium acetat) hingga warna merah tidak nampak lagi, ini tampak pada titik akhir titrasi.
·         Perhitungan
Hitung kadar CaO bebas denga ketelitian sampai 0,1%


C.   HASIL ANALISA
Tabel Perbandingan Free Lime Metode SNI
dengan Metode Dickerhoff

NO
METODE
SNI
DICKERHOFF
1
2,13
2,51
2
2,24
2,45
3
3,39
3,53
4
2,28
2,34
5
2,24
2,45
6
1,62
1,65
7
1,54
1,94
8
1,43
1,43
9
1,77
2,00
10
2,03
2,28
11
1,79
2,05
12
2,53
2,74
13
1,24
1,48
14
1,90
2,25
15
1,57
1,60
16
2,18
2,38
17
1,85
2,00
18
1,38
1,48
19
1,59
1,77
20
1,52
1,77
21
2,03
2,22
22
1,29
1,48
23
1,46
1,54
24
1,40
1,77
25
1,81
2,00
26
3,39
3,53
27
1,24
1,24
28
0,47
1,08
Rata-rata
1,83
2,03
                                                                                                                Sumber : QA Tonasa 2/3

D.   PEMBAHASAN
Dari grafik menunjukkan bahwa hasil free lime metode Dickerhoff lebih tinggi dibandingkan dengan hasil free lime metode SNI, hal ini disebabkan karena :
ü  Faktor kesalahan manusia :
Pada metode dickerhoff membutuhkan beberapa kali pemanasan dan penitaran sehingga lebih cenderung terjadi kesalahan pengamatan perubahan warna saat penitaran akibatnya volume penitaran terlampaui.
ü  Faktor senyawa lain yang ikut bereaksi :
MgO merupakan senyawa yang lambat bereaksi tetapi karena pemanasan berkali-kali pada metode dickerhoff menyebabkan MgO juga ikut bereaksi dengan pelarut gliserol sehingga bukan hanya CaO yang ternetralisasi oleh larutan penitar melainkan MgO juga ikut ternetralisasi oleh larutan penitar akibatnya hasil free lime yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan metode SNI.

E.   PERBANDINGAN METODE SNI DAN DICKERHOFF
Ø Dari segi ekonomis :
1.      Metode SNI
·         Amonium Asetat (CH3COONH4)
Rata-rata pemakaian Amonium Asetat (CH3COONH4) = 1.83 mL
Untuk 2.5 L      = Rp. 296.000
Jadi harga untuk 1.83 mL CH3COONH4 :

·         Gliserol
Perbandingan Gliserin Etanol = 1 : 2
Untuk 3 L Gliserin Etanol
1 L Gliserin      = Rp. 842.000
2 L etanol         = Rp. 740.000 × 2
                         = Rp. 1.582.100
Untuk 60 mL Gliserin Etanol :

= Rp. 31.642
·         Sr(NO3)2
Untuk 250 gram Sr(NO3)2      = Rp. 250.000
Jadi untuk 2 gram Sr(NO3)2    :


2.      Metode Dikerchoof
·      Amonium Asetat ( CH3COONH4)
Rata-rata pemakaian Amonium Asetat (CH3COONH4) = 2.03 mL
Untuk 2.5 L          = Rp. 296.000
Jadi harga untuk 1.83 mL CH3COONH4 :


·         Gliserol
Perbandingan Gliserin Etanol = 1 : 5
Untuk 6 L Gliserin Etanol
1 L Gliserin      = Rp. 842.000
5 L etanol         = Rp. 740.000 × 5
                         = Rp. 1.850.000
Untuk 60 mL Gliserin Etanol :
                = Rp. 26.921
BAHAN
HARGA
METODE SNI
METODE DICKERHOFF
Amonium Asetat
Rp                217
Rp              240
Gliserin Etanol (Gliserol)
Rp          31.642
Rp        26.921
Stronsium Nitrat
Rp          20.000
-
Total
Rp          51.859
Rp        27.161

Ø Dari segi Waktu :
·         Metode SNI
Waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan ± 20 menit
·         Metode Dickerhoff
Waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan ± 10 menit
Ø Dari Segi Akurasi
Tabel Pengujian Free Lime Sampel Stándar denagn Metode SNI dan Metode Dickerchoff
NO
% FREE LIME
METODE SNI
METODE DIKERCHOFF
SAMPEL STANDAR
1
0.75
1.16
0.96
2
0.82
1.16
0.96
3
0.99
1.12
0.96
4
0.99
1.10
0.96
Average
0.89
1.14
0.96


                        Dari grafik menunjukkan hasil free lime metode SNI lebih mendekati hasil free lime sampel standar dibandingkan dengan metode dickerhoff
Selisih rata-rata % free lime kedua metode dengan % free lime sampel standar
Ø  Selisih rata-rata % free lime metode SNI dengan % free lime sampel standar :
= 0.96 % - 0.89 %
= 0.07 %
Ø  Selisih rata-rata % free lime metode Dickerhoff dengan % free lime sampel standar :
= 1.14 % - 0.96 %
= 0.18 %
Tabel Perbandingan Metode SNI dan Metode Dickerhoff          
PARAMETER
METODE SNI
METODE DICKERHOFF
PRICE
Rp   51,859
Rp  27,161
TIME
± 20 menit
± 10 menit
ACCURATE
Selisih 0.07 % dari sampel standar
Selisih 0.18 % dari sampel standar



BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

      Berdasarkan data perbandingan free lime dengan metode SNI dan metode Dickerhoff, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Ø  Hasil free lime pada metode Dickerhoff lebih besar dibandingkan dengan hasil free lime metode SNI.

Ø  Perbandingan Metode SNI dan metode Dickerhoff
·         Dari segi ekonomis, metode Dickerhoff  membutuhkan lebih sedikit biaya dibandingkan metode SNI
·         Dari segiwaktu, metode Dickerhoff pengujiannya lebih cepat dibandingkan dengan metode SNI
·         Dari segi akurasi, selisih rata-rata % free lime metode SNI dengan % free lime sampel standar adalah 0.07 % sedangakan selisih rata-rata % free lime metode Dickerhoff dengan % free lime sampel standar adalah 0.18 %.   
SARAN
1.      Sekiranya ditahun mendatang PT. Semen Tonasa tetap dapat menjalin kerjasama yang baik seperti yang sudah terjalin selama ini atau bahkan jauh lebih baik lagi dengan Universitas Bosowa Makassar.
2.      Lebih memperhatikan kebersihan di dalam laboratorium, baik ruangan maupun alat dan bahan yang digunakan, agar semua pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Sebaiknya K3 di laboratorium lebih diperhatikan.


 



Comments
0 Comments